Beranda Opini Accountability For All: Realokasi Dana Covid-19 Tepat Sasaran

Accountability For All: Realokasi Dana Covid-19 Tepat Sasaran

0
Ilustrasi (Dana Covid-19)

Oleh: Ismi Ramadhoni (Kader HMI Cabang Bandar Lampung Komisariat Hukum Universitas Lampung)

Merebaknya wabah corona virus disease 19 (covid-19) makin hari kian mengkhawatirkan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 11 Maret 2020 telah menetapkan covid-19 sebagai pandemi global, yang tidak hanya mengancam kesehatan manusia, juga sedang menghantam daya tahan negara di seluruh dunia.

Virus covid-19 yang berasal dari Wuhan juga menghembuskan pesan kewaspadaan ke Indonesia. Pada tanggal 2 Maret 2020 dikonfirmasi oleh Presiden Joko Widodo akhirnya virus itu sampai ke Indonesia. Dan hingga kini sudah menyentuh angka ribuan jiwa terpapar virus corona.

Pemerintah dengan sigap mengambil beberapa langkah terkait penanganan dan penanggulangan virus covid-19. Mulai dari menerapkan social distancing dan physical distancing serta menghimbau masyarakat untuk bekerja, sekolah, dan beribadah di rumah.

Relokasi anggaran juga diberlakukan Pemerintah guna mendukung percepatan memutus mata rantai penyebaran virus. Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang perubahan postur dan rincian anggaran pendapatan dan belanja negara tahun anggaran 2020. Dilansir dari laman kompas.com terdapat 20 anggaran kementerian dan lembaga dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hingga Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang dipotong untuk berfokus pada belanja kesehatan, jaring pengaman nasional, dan pemulihan perekonomian.

Tidak hanya dipusat, pemerintah melalui Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2020 meminta Pemerintah Daerah untuk merealokasi APBD dialihkan untuk percepatan penanganan covid-19 kepada Gubernur dan Bupati/Walikota.

Realokasi dan fokus anggaran dari berbagai lembaga negara hingga pemerintah daerah diharapkan dapat tepat sasaran dalam kerangka tata kelola keuangan negara yang akuntabel.

Penyalahgunaan keuangan negara dalam situasi darurat seperti ini tertera dalam UU Tipikor dapat dikenakan pidana hukuman mati. Maka daripada itu, peran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap kontrol penggunaan realokasi dana yang bersumber dari APBN dan APBD ini juga harus tetap dilakukan.

BPK adalah lembaga negara eksaminatif yang kewenangannya bersumber langsung dari Konstitusi UUD 1945 dalam pasal 23 E ayat 1 menyatakan “untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri”.

Selanjutnya dalam UU Nomor 15 Tahun 2006 menjelaskan secara rinci tentang BPK yang salah satunya disebutkan dalam pasal 6 ayat 1 bahwa “BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara”.

Realokasi anggaran yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah guna percepatan penanganan virus corona juga berarti menjadi kewenangan BPK untuk memastikan pemanfaatan dan akuntabilitas keuangan negara yang diperuntukkan guna penyelesaian darurat covid-19.

Untuk menuju pemerintahan yang baik good governance maka semua pengelolaan kekuasaan negara baik politik, hukum, dan keuangan negara harus diterapkan dengan terbuka dan partisipatif.

Menurut UNDP dalam Otonomi Daerah dan Desentralisasi karya Utang Rosidin (2010) terdapat beberapa paradigma orientatif yang berdasarkan prinsip keterbukaan dan menumbuhkan kesadaran publik untuk berpartisipasi membentuk prinsip-prinsip good governance tersebut.

Salah satunya adalah pertanggungjawaban segala aktivitas negara demi kepentingan publik, tak terkecuali dalam situasi darurat covid-19. Keuangan negara yang dialihfungsikan untuk penanganan covid-19 harus tetap dipertanggungjawabkan, karena dalam keadaan apapun tindakan korupsi tidak dapat dibenarkan.

Walaupun Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun berpendapat bahwa dalam teori darurat negara dalam hal ini darurat kesehatan masyarakat, iklim birokratis dapat diterobos dengan mem- bypass hukum yang ordinary (biasa). Tetap dalam kerangka itikad baik dan penggunaan keuangan negara yang tepat sasaran.

Kerja-kerja preventif terhadap pencegahan membelokkan kegunaan alih fungsi keuangan negara dan daerah untuk membasmi covid-19 harus tetap dilakukan. Akuntabilitas adalah konsekuensi logis ke arah pemerintahan yang baik pasca-reformasi.

Laporan keuangan pusat dan daerah harus tetap diinformasikan kepada BPK, pengawasan terhadap penggunaan sistem keuangan juga terus diperketat oleh BPK-P (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) serta melibatkan aparat penegak hukum dan PPATK. Karena ini menyangkut uang puluhan triliun rupiah yang diperuntukkan untuk wabah covid-19 dalam rangka tujuan konstitusional negara ingin melindungi segenap bangsa dari ancaman wabah penyakit covid-19.

Tinggalkan Balasan