YAKUSA.ID – Universitas Insan Cita Indonesia (UICI) menggelar pelantikan dan serah terima jabatan Rektor periode 2025–2029 di Gedung Rektorat UICI, Rabu (12/11/2025).
Dalam acara tersebut, Rektor periode 2021–2025, Prof. Dr. Laode Masihu Kamaluddin, M.Sc., M.Eng., membacakan Memori Akhir Jabatan Rektor (MAJR) yang merangkum perjalanan kepemimpinan dan transformasi universitas selama empat tahun setengah terakhir.
Dalam pidatonya, Prof. Laode menyampaikan rasa syukur atas keberhasilan UICI menjadi pelopor perguruan tinggi berbudaya digital penuh pertama di Indonesia.
Ia menegaskan bahwa UICI bukan sekadar institusi akademik, melainkan gerakan perubahan yang menjadikan digitalisasi sebagai paradigma baru pendidikan tinggi.
“UICI lahir dari cita-cita besar untuk menjadikan pendidikan tinggi sebagai gerakan perubahan, bukan sekadar institusi akademik,” ujar Prof. Laode dalam sambutannya.
Prof. Laode menuturkan, sejak dirintis pada Juni 2020, UICI dirancang untuk reaching the unreachable — menjangkau mereka yang selama ini tidak tersentuh oleh sistem pendidikan konvensional. Dengan model pembelajaran digital penuh, UICI membuka akses pendidikan tinggi tanpa batas ruang, waktu, maupun kondisi sosial.
Hingga Oktober 2025, UICI mencatat 2.082 mahasiswa aktif yang tersebar di 33 provinsi dan 18 negara, dengan lebih dari 10.000 pendaftar selama sembilan gelombang penerimaan mahasiswa baru. Data tersebut mencerminkan keberhasilan UICI dalam menghadirkan pendidikan tinggi yang inklusif dan fleksibel.
“Ketika UICI berdiri, kami membawa misi agar anak muda dari pelosok, bahkan dari luar negeri, bisa belajar dalam ekosistem yang setara dan modern,” tutur Laode.
Prof. Laode menjelaskan bagaimana UICI dalam membangun tata kelola universitas digital. Budaya kerja Work From Anywhere (WFA) menjadi ikon organisasi yang mencerminkan kepercayaan dan profesionalisme dalam lingkungan kerja digital.
“Rektorat bukan sekadar kantor, melainkan meeting point bagi kolaborasi lintas ruang dan generasi.”
UICI juga menerapkan prinsip Good University Governance, dengan struktur organisasi yang ramping namun fungsional. Seluruh proses administrasi kini dijalankan secara elektronik melalui sistem e-Office, yang mendukung budaya kerja paperless dan transparan.
*Kemajuan Akademik dan Riset*
Di bidang akademik, UICI berhasil mengembangkan sistem Artificial Intelligence Digital Simulator Teaching and Learning System (AI-DSTLS) yang menghadirkan pengalaman belajar digital yang adaptif dan interaktif. Peningkatan mutu dilakukan secara berkelanjutan melalui Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI), yang menghasilkan akreditasi program studi dengan capaian “BAIK”.
Pada tahun 2025, untuk pertama kalinya tiga tim peneliti UICI meraih hibah kompetitif nasional dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dengan total pendanaan Rp109,88 juta. Capaian ini menjadi tonggak penting dalam penguatan riset dan pengembangan dosen muda di lingkungan kampus digital tersebut.
Kerja sama UICI juga berkembang pesat selama masa kepemimpinan Prof. Laode. Hingga akhir 2025, universitas ini telah menjalin lebih dari 100 kemitraan nasional dan internasional, serta menjadi rujukan bagi lebih dari 50 perguruan tinggi yang melakukan benchmarking terhadap model universitas digital.
Di sisi sumber daya insani, UICI memiliki 41 dosen dan 19 tenaga kependidikan aktif, dengan 75 persen bergelar magister dan 20 persen sedang menempuh studi doktoral. Mayoritas dosen berusia di bawah 40 tahun, menandakan wajah kampus yang muda, adaptif, dan tangguh.
“Kekuatan UICI ada pada SDM mudanya. Mereka bukan hanya cepat belajar, tapi juga cepat beradaptasi,” ujar Prof. Laode.
Mengakhiri masa jabatannya, Prof. Laode menyampaikan harapan agar kepemimpinan berikutnya terus melanjutkan semangat reaching the unreachable, menghubungkan ilmu, teknologi, dan kemanusiaan menuju masa depan pendidikan tinggi Indonesia yang digital, unggul, dan berkeadaban.












