Oleh: Sulaisi Abdurrazaq (Penasihat Hukum Sri Suhartatik)
Kasus dugaan SPPT PBB/NOP palsu di Polres Pamekasan yang digunakan untuk menerbitkan sertifikat tanah sehingga keluar sertifikat ganda dari BPN Pamekasan terhadap satu objek tanah ditunda untuk menghormati proses perdata di Pengadilan Negeri (PN) Pamekasan.
Penyidik Polres Pamekasan disudutkan sedemikian rupa, seolah-olah bersalah. Padahal pemeriksaan telah sesuai prosedur dan profesional. Tak ada yang dilanggar, baik etik maupun disiplin.
Dugaan saya, mafia sesungguhnya berlindung di balik berita bohong yang sengaja diviralkan. Pelaku utama bisa saja berasal dari internal keluarga tersangka Ibu Bahriyah, Dispenda Pamekasan dan bisa berasal dari BPN Pamekasan. Penyidik harus mengejar pelaku utama. Seret mafia tanah ke balik jeruji besi.
Berita penetapan tersangka oleh penyidik Polres Pamekasan terhadap Ibu Bahriyah yang dimuat risalah.co.id tanggal 24 Maret 2024 dengan judul: “Ironis! Nenek Buta di Pamekasan Jadi Tersangka Kasus Dugaan Penyerobotan Tanah”, bagi saya adalah berita “sesat”. Menyajikan berita “sesat” adalah kejahatan yang harus dilawan.
Hoax bukan produk jurnalistik. Saya yakin penulisnya wartawan abal-abal, tidak lulus UKW/UKJ, sehingga merusak citra dan integritas profesi wartawan. Tak ada narasumber dalam berita itu. Kurang ajar.
Bagian mana yang sesat? Begini uraiannya:
1. Berita itu menyebut Ibu Bahriyah usia 60 tahun lebih, artinya tidak terlalu tua. Tapi, menyebut buta jelas bohong dan mengandung unsur hasut dan agitasi.
Berita “sesat” potensial menghasut publik untuk membenci institusi Polri, karena hoax seperti itu dapat menyerang imajinasi dan alam bawah sadar, sehingga Polri seolah-olah tak punya hati nurani. Seolah-olah keliru. Perbuatan hasut seperti itu harus dilawan.
2. Berita itu menyebut perkara ini adalah dugaan penyerobotan tanah. Padahal yang benar pemalsuan dokumen/penggunaan SPPT PBB palsu tahun 2016.
SPPT PBB palsu digunakan untuk menerbitkan sertifikat atas nama Ibu Bahriyah, sehingga keluar sertifikat ganda, ada sertifikat di atas sertifikat. Saya yakin ada mafia sembunyi di BPN Pamekasan.
3. Foto copy SPPT PBB palsu tahun 2016 yang tidak ada aslinya itu dilegalisir oleh lurah, seolah sesuai dengan asli/seolah ada aslinya.
Data palsu itu yang digunakan ke BPN untuk menerbitkan sertipikat atas nama Ibu Bahriyah. Jadi clear, perkara ini adalah perkara pemalsuan SPPT PBB tahun 2016, bukan penyerobotan tanah. Karena itulah Syarif Usman (Mantan Lurah Gladak Anyar Pamekasan) juga ditetapkan sebagai tersangka.
4. Berita pada risalah.co.id menyebut tersangka Ibu Bahriyah adalah korban kriminalisasi. Padahal yang benar perbuatan memalsu dan atau menggunakan dokumen palsu adalah kejahatan dan Pelapor adalah korban.
Diksi kriminalisasi seolah-olah digunakan untuk menyudutkan penyidik Polres Pamekasan dan menggiring opini seolah pelapor adalah pelaku. Padahal penyidik Polres Pamekasan telah bekerja maksimal sesuai prosedur dan profesional.
Siapapun kita, tidak bisa main hakim sendiri di Republik ini. Jika penyidik salah, manfaatkan dengan baik saluran yang benar, ajukan Praperadilan atau Laporkan Propam. Jangan tebar hoax/berita “sesat”.
Jadi, viralitas yang berdasar pada berita “sesat” bagi saya adalah kejahatan yang wajib dilawan.
Jika viralitas itu digunakan untuk membolak-balik fakta dengan “memanfaatkan” Ibu Bahriyah sebagai perisai atau tameng berlindung para pelaku utama, maka wajar jika kami meminta beberapa hal:
1. Risalah.co.id hendaknya segera mengklarifikasi beritanya. Kalau tidak, selain merugikan Pelapor, berita “sesat” yang kental dengan opini dan asumsi itu patut kami kualifikasi telah menyerang harkat dan martabat Pelapor serta menyerang kredibilitas penyidik Polres Pamekasan.
Karena itu, sebagai Penasehat Hukum Pelapor jika opini ini tidak dijadikan sebagai hak jawab oleh risalah.co.id dan/atau tidak dimuat dihalaman yang sama, kami pastikan untuk melangkah melalui jalur hukum agar jelas yang mana fakta dan yang mana berita “sesat”/hoax.
2. Kami mendesak Penyidik Polres Pamekasan, apabila proses perdata selesai agar segera menetapkan Mohammad Fauzi (anak Terlapor) sebagai Tersangka utama selaku penerima kuasa dari Ibu Bahriyah. Kuasa itu tetap salah jika perbuatan yang dilakukan melawan hukum.
Sebagai contoh, jika seseorang memberi kuasa kepada orang lain untuk mencuri, maka yang menyuruh dan yang melakukan tetap dapat dipidana karena jelas yang dikuasakan adalah perbuatan pidana.
Dalam kasus ini, kami menduga Mohammad Fauzi telah melanggar Pasal 263 ayat (1), yaitu memalsu SPPT PBB tahun 2016 selaku kuasa dari Ibu Bahriyah.
Karena itu, agar tidak melakukan manuver berlebihan yang potensial terjerumus pada tindak pidana lain, setelah ditetapkan Tersangka hendaknya ditangkap/ditahan.
3. Selain itu, kami minta agar penyidik Polres Pamekasan mengembangkan kasus ini pada pelaku atau mafia lain. Karena, mungkin saja mafia yang sesungguhnya adalah anak Ibu Bahriyah, oknum Dispenda Pamekasan dan oknum di BPN Pamekasan.
Kami menduga, mafia-mafia tanah ini sesungguhnya berlindung di balik berita viral Ibu Bahriyah. Karena itu, penyidik tidak boleh kalah pada siasat mafia tanah yang terus menerus meresahkan.
Hentikan drama jahat, seret, sidang, jebloskan mafia tanah ke balik jeruji besi. Yakinlah, kebenaran pasti akan menang.
Jika Ibu Bahriyah benar, saya yakin beliau bebas. Tapi, jika memang bersalah, jangan berlindung di balik drama jahat.
Fiat justitia ruat caelum
(Tegakkan keadilan meski langit akan rumtuh).