Tuntutan PSU di Kecamatan Palengaan, JAN: Meski Dijamin Secara Konstitusional, PSU Menggendong Sejumlah Persoalan

FOKUS: Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Hasil Hasil Perhitungan Suara di Kecamatan Palengaan, Kabupaten Pamekasan. (Dok/ist).

PAMEKASAN, YAKUSA.ID – Rekapitulasi hasil Pemilu 2024 di Kabupaten Pamekasan masih bergulir. Salah satu yang menjadi sorotan publik, yakni adanya tuntutan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di 2 TPS di Kecamatan Palengaan oleh Dewan Pimpinan Daerah Partai Amanat Nasional (DPD PAN) Pamekasan.

Informasi yang dihimpun media ini, tuntutan PSU di 2 TPS, yakni di Desa Palengaan Daja karena banyak masyarakat di 2 TPS tersebut tidak menerima undangan sehingga mereka banyak tidak tahu kalau tanggal 14 Februari 2024 itu ada Pemilu.

Menanggapi hal tersebut, Jaringan Aktivis Nusantara (JAN) Pamekasan M. Rozien Abqoriy menyebutkan bahwa persoalan PSU memang merupakan mekanisme Prosedural yang dijamin secara konstitusional oleh Undang-Undang.

Namun, kata pria yang kerap disapa Ozy itu, bukan berarti tidak menggendong sejumlah persoalan.

“PSU biasanya dilakukan demi memastikan asas Pemilu yakni langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dapat berjalan dengan baik. Dijamin memang oleh Undang-Undang. Namun, di sisi lain, selain berdampak positif bagi keberlangsungan proses demokrasi, PSU juga memiliki dampak kurang baik,” ujarnya kepada yakusa.id, Selasa (27/2/2024).

Menurutnya, meski dilakukan PSU, tidak akan pernah memuaskan semua pihak. Namun, PSU cenderung dapet diterima oleh para pihak.

Efek Negatif PSU

Lebih lanjut, Ozy mengungkapkan bahwa penyelenggaraan pemungutan suara ulang dapat berdampak negatif, misalnya perihal anggaran.

Menurutnya, dalam 1 TPS Pemilu 2024, jumlah ketua dan anggota KPPS sebanyak tujuh orang. Gaji mereka, masing-masing, Ketua KPPS Rp1,2 juta, anggota Rp1,1 juta. Kemudian gaji 2 petugas keamanan (PKTPS) Rp1,4 juta, biaya pembuatan TPS dan konsumsi, dan lain-lainnya Rp4.454.000.

“Artinya, dari sisi anggaran penyelenggara pemilu di tingkat TPS saja sekurang-kurangnya dibutuhkan biaya Rp13.654.000 untuk penyelenggaraan PSU di setiap TPS,” ujarnya.

Kemudian, waktu penyelenggaraan terbatas. Ozy mengungkapkan bahwa rentang waktu paling lama 10 hari untuk menyelenggarakan PSU.

“Hal ini akan memaksa KPU kabupaten/kota menyediakan logistik PSU dengan cepat. Selain itu, KPU juga harus mengorganisir KPPS, PPS dan PPK, menyiapkan logistik pemilu hingga menyebarkan undangan kepada para pemilih untuk hadir mencoblos ke TPS,” katanya.

“Belum lagi potensi pemilih yang golput. Hal ini biasanya disebabkan pemilih yang merasa membuang-buang waktu karena melakukan pencoblosan untuk kedua kalinya. Apakah ini dapat diantisipasi, atau hanya akan sekadar melaksanakan PSU dengan jumlah pemilih yang minim?. Ini juga perlu menjadi perhatian, sehingga tidak ujuk-ujuk meminta untuk dilakukan PSU,” tegasnya.

Mengenai Penghitungan Suara Ulang (PHU) yang turut menjadi tuntutan dari DPD PAN Pamekasan di lima desa di Kecamatan Palengaan yang menduga adanya penggelembungan suara salah satu partai, Ozy mengatakan bahwa hal itu juga tidak boleh asal menuntut.

“Selain itu ada prosedurnya, juga harus berdasarkan fakta-fakta yang akurat,” katanya.

Apalagi dalam proses rekapitulasi hasil pemilu itu, kata Ozy, disaksikan oleh para saksi setiap partai politik, Panwascam, bahkan masyarakat umum, maka tidak seharusnya partai apapun tidak serta merta melempar tuduhan bahwa dalam proses tersebut terjadi penggelembungan suara terhadap peserta pemilu dan atau partai tertentu.

“Hal itu agar tidak memunculkan ketegangan-ketegangan baik di kalangan penyelenggara pemilu, peserta pemilu maupun masyarakat secara umum,” ungkapnya.

“Untuk itu, jika tuduhan itu tidak berdasar, maka Bawaslu dan KPU Pamekasan tidak perlu menggubris tuntutan tersebut,” tandasnya. (YAKUSA.ID-01)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *