YAKUSA.ID – Kiai Istiqom Idris, Dewan Penasihat Majelis Shongai Barokah Pamekasan, menyesalkan tayangan salah satu program di stasiun televisi nasional Trans7 yang dinilai mencederai marwah pesantren.
Tayangan berjudul “Santrinya Minum Susu Aja Kudu Jongkok, Emang Gini Kehidupan Pondok?” itu dinilai bisa menyebarkan kesalahpahaman di tengah-tengah masyarakat.
Dalam tayangan Trans7 tersebut turut disebut nama Kiai Anwar Mansur, Pimpinan Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri.
“Ini mungkin yang disebut macam-macam fitnah di akhir zaman. Framing seperti itu bukan hanya melukai, tapi juga merendahkan dunia pesantren,” ujar salah satu putra Kiai Idris ini.
Menurutnya, pesantren selama ini merupakan lembaga pendidikan yang membentuk karakter dan akhlak bangsa. Karena itu, media semestinya berhati-hati dalam mengemas informasi agar tidak menimbulkan fitnah di tengah masyarakat.
Kiai Istiqom juga menyoroti isi tayangan yang menggambarkan seolah para kiai hidup mewah karena menerima amplop dari masyarakat. Ia menegaskan bahwa narasi tersebut sangat keliru dan tidak memahami tradisi pesantren secara utuh.
“Amplop dari santri atau masyarakat bukan untuk kepentingan pribadi kiai. Banyak kiai justru mengeluarkan dana pribadi untuk membiayai operasional pesantren, pembangunan fasilitas, bahkan membantu santri yang kurang mampu,” tegasnya.
Dalam pandangannya, pembelian kendaraan atau sarana lain oleh seorang kiai bukanlah wujud kemewahan, melainkan bagian dari kebutuhan dakwah. Ia mencontohkan kisah Rasulullah SAW yang pernah menasihati Sayyidina Umar untuk mengenakan pakaian baru sebagai simbol kewibawaan dalam berdakwah.
“Urusan memiliki mobil atau sarana lain tidak bisa langsung dicap sebagai hubbud dunya atau cinta dunia. Semua itu tergantung pada niat dan tujuan, terutama bila digunakan untuk menunjang kegiatan dakwah,” jelasnya.
Kiai Istiqom juga menyayangkan sikap Trans7 yang tidak melakukan tabayun atau konfirmasi kepada pihak pesantren sebelum menayangkan program tersebut.
Menurutnya, hal itu bertentangan dengan nilai-nilai jurnalisme yang mengedepankan keseimbangan dan klarifikasi.
“Tidak memahami dunia pesantren bukan berarti bebas menilai seenaknya. Ajaran tabayun itu adalah bagian dari sunnah Rasulullah,” ujarnya.
Sebagai kiai muda yang aktif berdakwah di kalangan generasi milenial, Kiai Istiqom berharap peristiwa ini menjadi pelajaran penting bagi media massa untuk lebih berhati-hati dan objektif dalam menampilkan isu keagamaan.
“Semoga kejadian ini menjadi koreksi bersama, agar tayangan yang menyinggung pesantren tidak lagi terulang, dan media semakin bijak dalam membangun narasi publik,” pungkasnya.












