Daerah  

Masa Suram Tembakau Terulang, Bupati Pamekasan Dituding Ingkar Janji

Bupati Pamekasan bersama Pimpinan DPRD Pamekasan saat menemui massa aksi di Kantor Pemkab Pamekasan, (18/09/2025).

YAKUSA.ID – Kondisi petani tembakau di Pamekasan kembali mendapat sorotan. Aktivis Zaini Wer Wer menyebut situasi saat ini mirip dengan masa suram pada periode pertama kepemimpinan Bupati KH. Kholilurrahman tahun 2008–2013.

Ia menilai Bupati telah ingkar janji dan gagal membela petani, di tengah serapan gudang pabrikan besar yang minim.

“Demo pada 18 September 2025 kemarin, karena efek bupati tidak serius membela petani tembakau. Serapan tembakau di gudang pabrikan raksasa minim, bahkan gak beli. Hanya pengusaha rokok lokal yang serius membeli tembakaunya petani, meskipun rokok lokalnya dihajar terus,” tegas Wer Wer pada YAKUSA.ID, Sabtu (20/9/2025).

Pernyataan itu muncul setelah ratusan massa Forum NGO menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Bupati Pamekasan, Kamis (18/9/2025).

Mereka menagih janji kesejahteraan bagi petani tembakau yang hingga kini dinilai tak terwujud.

“Mana janji Bupati, saya minta jangan hanya omon-omon. Setidaknya beri sanksi yang tegas pada pabrikan yang main-main dengan petani,” tambah Zaini.

Sebelumnya, pada Minggu (14/9/2025), Bupati Pamekasan bersama Wakil Bupati Sukriyanto melakukan inspeksi mendadak ke empat gudang penyerapan tembakau, tiga di antaranya milik PT Djarum dan satu milik pengusaha lokal, Haji Fauzan.

Dalam sidak tersebut, terungkap masih ada pembelian di bawah Biaya Pokok Produksi (BPP). Harga sampel yang ditunjukkan pengusaha berkisar Rp40.000–Rp42.000 per kilogram, padahal BPP tahun 2025 ditetapkan Rp47.685 per kilogram.

Namun, Bupati Kholilurrahman tidak memberikan teguran. Ia justru menyebut harga Rp40.000 masih normal dengan alasan kualitas tembakau menurun akibat hujan.

“Asalkan tidak ada hujan susulan, Insya Allah petani akan merasakan nikmatnya jadi petani tembakau,” ujarnya dikutip dari Kompas.com.

Sikap bungkam Bupati saat sidak tersebut dinilai menjadi salah satu pemicu kekecewaan. Zaini Wer Wer bahkan menuding pemerintah lebih sibuk mengurus belanja sofa dan kasur ketimbang memperjuangkan harga tembakau.

“Cabut saja izin pabrikan yang besar-besar itu kalau tak serius membeli tembakau petani. Kalau dibiarkan begini, maka akan terjadi ketimpangan,” tukas Wer-wer.

Menanggapi ketegangan itu, Heru Budi Prayitno selaku Tim Pengawas Tata Niaga Tembakau 2025 menilai bahwa polemik harga dan tata niaga tembakau sebenarnya terjadi hampir setiap tahun.

“Kadang harga bagus, kadang rendah. Sering juga muncul demo soal pengambilan sampel. Tetapi semuanya ada aturannya. Pemerintah harus menjadi penengah antara pengusaha dan petani, dan semua pihak harus diakomodir,” ujarnya.

Heru menegaskan, dari hasil pengecekan lapangan, tidak ditemukan persoalan serius baik soal harga, pengambilan contoh, maupun timbangan. Perda memang menganjurkan penggunaan timbangan digital, namun yang terpenting adalah timbangan lama tetap ditera ulang.

Ia juga menjelaskan, pada awal musim harga tembakau cukup bagus hingga Rp70 ribu/kg untuk jenis gunung.

Namun karena cuaca tidak stabil, harga berangsur turun menjadi Rp60 ribu, Rp53 ribu, bahkan kini ada yang hanya Rp30 ribu/kg akibat kualitas rendah (tambelik).

Heru berharap cuaca di bulan September bisa lebih bersahabat dengan petani, mengingat stok tembakau di lapangan masih cukup banyak.

Terkait pengambilan sampel, ia mengakui sempat ada kasus lebih dari 1 kilogram. Namun setelah ditimbang ulang, ternyata hanya 1,1 kilogram karena daun tembakau tipis terlihat lebih besar. “Sudah kami beri peringatan lisan agar sesuai ketentuan, maksimal 1 kilogram,” jelasnya.

YAKUSA.ID sudah berusaha meminta konfirmasi pada Bupati Pamekasan Kholilurrahman melalui pesan Whatsapp soal keluhan aktivis. Namun hingga berita ini terbit, bupati belum membalas. (YAKUSA.ID/HSB/AB).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *