Kritik Pemberitaan Detikzone Soal Kasus Nenek Bahriyah yang Kerap Salahkan Polisi, Sulaisi: Mereka Ini Salah Alamat

Sulaisi Abdurrazaq, Kuasa Hukum Sri Suhartatik.

PAMEKASAN, YAKUSA.ID – Kuasa Hukum pelapor kasus pemalsuan sertifikat tanah di Pamekasan, Sulaisi Abdurrazaq mengomentari pemberitaan di media Detikzone.id dan Detikzone.net  dengan judul “5 Dosar Besar Oknum Polres Pamekasan Dugaan Rekayasa Kasus Nenek Bahriyah”.

Ketua APSI Jatim ini mengatakan, tulisan dua media tersebut salah alamat dan terkesan memiliki dendam kesumat pada institusi Polres Pamekasan, terutama anggota Polri yang berani mengungkap terduga mafia tanah.

“Menilai janggal dan ada rekayasa dalam perkara, tapi pihak mereka mencabut praperadilan, ini kan mereka takut untuk membuktikan tuduhan mereka, dan mengakui apa yang dilakukan polisi sudah benar” ujarnya pada YAKUSA.ID, Selasa (21/5/2024).

“Mereka takut kalau fakta yang sesungguhnya justru terungkap dalam pengadilan, dan tudingan mereka itu hanya omong kosong,” tukasnya.

Mafia tanah yang sesungguhnya, kata Sulaisi, justru berada di pihak Nenek Bahriyah, termasuk mereka yang terlibat dalam pengurusan dokumen pemalsuan sertifikat tanah tersebut. Sulaisi menyayangkan framing segelintir media yang sengaja memainkan playing victim, bertindak korban padahal pelaku. Padahal, pelakunya justru berada di pihak-pihak Nenek Bahriyah.

“Narasi-narasi yang mereka ciptakan justru mengarah ke Institusi Polri, padahal yang pelapor dalam kasus ini adalah klien kami, Sri Suhartatik. Mestinya mereka berhadapan dengan saya, selaku kuasa hukumnya. Ini malah sasarannya ke Polri. Mereka ini salah alamat”, ujar Sulaisi.

Sulaisi juga mengungkap fakta, jika Letter C 2208 justru tidak ada sebagaimana dalih mereka. Pihak Bahriyah justru tidak memiliki bukti sebagaimana yang dikoar-koarkan sejak kasus itu mencuat ke publik. Padahal terdapat dugaan rekayasa tahun kematian Futum alias P. Jatim alias P. Butum yang sebenarnya wafat tahun 2015. Namun terdapat oknum yang mengajukan Akta Kematian ke Dispenduk Capil sehingga seolah-olah wafat tahun 2018.

“Akibatnya, untuk menerbitkan SHM No. 02988 tahun 2017 atas nama Bahriah tidak perlu Surat Keterangan Ahli Waris, karena itu ahli waris lainnya dirugikan,” beber Sulaisi.

Sulaisi menegaskan, jika ketidaan Letter C 2208 yang terungkap di sidang pengadilan beberapa waktu itu justru muncul dari pihak Nenek Bahriyah, berdasarkan keterangan saksi-saksi dari Bahriyah. Saat itu, dua orang saksi yang membeberkan ketiadak adaan Letter C tersebut justru Lurah Gladak Anyar serta mantan Lurah Gladak Anyar.

Terakhir, Sulaisi juga menyebut bila pendapatnya saat sidang, serta ke sejumlah media justru berdasarkan gugatan dari pihak Nenek Bahriyah. Saat itu, pihak Bahriyah menyebut jika Nenek Bahriyah lahir 1963. Bila dihitung dengan waktu pemberian hibah pada tahun 1975, usia Nenek Bahriyah justru masih 12 Tahun.

“Data mereka itu aneh, yang saya sampaikan bukan asumsi, tapi data mereka sendiri. Itu sebabnya mereka mencabut gugatan praperadilan karena takut fakta yang sebenarnya terungkap,” ujar Sulaisi. (YAKUSA.ID-DIN/SAN)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *