Oleh: Hendra Nawawi (Calon ketua umum HMI Cabang Ternate)
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) merupakan salah satu organisasi yang berstatus sebagai organisasi mahasiswa yang menghimpun seluruh intelektual muda Islam dalam satu wadah. Hal ini terlihat ketika HMI didirikan setelah menjelang dua tahun Indonesia merdeka, yakni pada hari Rabu pon 1878, 14 rabi’ul awal 1366 H, bertepatan dengan tanggal 5 februari 1947, kala sore hari pukul 16:00 WIB, di salah satu ruangan kuliah STI di gedung di sebelah timur kantor pos besar Yogyakarta, berdampingan dengan gedung SMP Negeri II, Jalan Setyodiningratan 30. (Agussalim 2008: 13). Dengan tujuan awal, pertama, mempertahankan negara republik Indonesia dan mempertinggi derajat masyarakat Indonesia, kedua, menegakkan dan mengembangkan ajaran Agama Islam. Dari rumusan itu tergambar secara utuh terintegrasinya wawasan keislaman dan keindonesiaan. (Solichin 2010: 209).
Pemikiran keislaman dan keindonesiaan menjadi doktrin perjuangan HMI yang berasal dari tujuan awal berdirinya HMI di tahun 1947, gagasan ini terpadu secara utuh untuk dijadikan basis pendirian teguh bagi anggota HMI untuk mencapai tujuannya. Pemikiran keislaman-keindonesiaan HMI bertujuan agar, HMI harus senantiasa menempatkan Islam yang bersifat universal sebagai sumber motivasi dan inspirasi di tengah-tengah pergumulan paham keberagaman dan ideologi yang beragam. Adapun corak pemikiran keislaman- keindonesiaan HMI ialah, Substantif, proaktif, inklusif, integrative, modernis dan ilmiah. (Agussalim, 2002: 369-379)
Berkenaan dengan hal diatas lebih lanjut pada anggaran dasar HMI (AD Pasal 4: Tujuan) “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang di ridhoi oleh Allah SWT”, yang didalamnya termuat kualitas insan cita yang merupakan gambaran masa depan HMI. Drs. H. Solichin pun menegaskan bahwa suksesnya seorang anggota HMI dalam membina dirinya untuk mencapai insan cita HmI berarti dia telah mencapai tujuan dari HMI sendiri. Insan cita HMI pada suatu waktu akan merupakan “Intelectual Community” atau kelompok-kelompok intelegensi yang mampu merealisasi cita-cita umat dan bangsa dalam suatu kehidupan masyarakat yang sejahtera spiritual adil dan makmur serta bahagia. (Solichin 2010: 209).
Semenjak berdirinya HMI hingga sekarang akan memasuki usianya yang ke 75 tahun tepat pada tanggal 5 Februari 2025 yang akan datang, HMI merupakan organisasi yang memiliki sifat independen yang secara jelas tertuang dalam anggaran dasar HMI Pasal 5, HMI bersifat independen. Maka sudah menjadi kewajiban bagi setiap anggota maupun alumni untuk tetap menjaga independensi HMI baik independensi etis maupun organisatoris.
Akan tetapi semenjak HMI memproklamirkan dirinya melalui sosok penggagas pertama Lafran Pane yang berdiri tegak di hadapan kelas yang di hadiri oleh sekitar 20 mahasiswa STI (sekarang UII) dengan membacakan prakata.“Hari ini adalah rapat pembentukan organisasi mahasiswa Islam, karena seluruh persiapan maupun perlengkapannya yang diperlukan sudah siap”. (Agussalim 2008: 13). Sejak itu, HMI mulai terkenal oleh mahasiswa di Yogyakarta dan tersebar ke seluruh daerah di Indonesia bahkan di luar negeri hingga sekarang telah memiliki ribuan anggota aktif dan alumni yang tersebar di seluruh elemen birokrasi pemerintahan dan masyarakat, kebanyakan tidak lagi menjaga independensi HMI sendiri misalnya, rutinitas organisasi yang terlalu kelihatan politis dan anggota HMI terlibat dalam pemenangan bupati/wali kota dan gubernur di daerahnya masing-masing bahkan pada Pilpres, hanya demi janji politik yang mengarah pada suksesnya di dunia akademik khususnya. Potret buruk ini akan berdampak tragis pada HMI, sebagai organisasi yang berazaskan Islam dan berperan sebagai organisasi perjuangan untuk bertanggung jawab sebagai kader umat dan kader bangsa. HMI akan mampu membangun nilai-nilai intelektual sepanjang HMI senantiasa menjadikan setiap perkaderannya menjadi tempat tumbuh suburnya budaya mendengar, dengan pengembangan budaya dialog, berdiskusi dan berdebat baik secara formal maupun informal. Mengembangkan budaya membaca baik dalam makna yang tekstual maupun kontekstual dalam membaca perkembangan zaman yang makin pesat dan maju, sehingga kader-kader HMI memiliki wawasan intelektual yang luas dan memiliki analisis yang memberi solusi bagi kepentingan sebuah kemajuan. Dan mengembangkan budaya menulis untuk menyusun ide dan gagasan secara konseptual yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan Umat (rakyat) bangsa Indonesia. (Triono KS 2011).
Pudarnya independensi HMI pada tiap anggota HMI akan menyebabkan kemunduran HMI di tengah-tengah rumitnya kondisi bangsa saat ini, sebab pikiran kita akan coba di geser sehingga tidak lagi memiliki daya kritis melihat problem yang strategis dan tidak lagi memiliki perjuangan pada kebenaran, hal ini juga di tegaskan oleh Anas Urbaningrum dalam salah satu tulisannya mengatakan. Sebagai organisasi mahasiswa, HMI bukan dibentuk sebagai organisasi politik, dan karena itu tidak berorientasi pada politik. Perjuangan HMI adalah perjuangan kebenaran atau nilai-nilai kemanusiaan. Dengan demikian maka HMI tepat disebut sebagai kekuatan moral dan pantulan suara nurani masyarakat. (Agussalim 2006: 98).
Tafsir Independensi HMI
Independensi adalah merupakan salah satu doktrin perjuangan HMI. Selain anggaran dasar (AD) dan anggaran rumah tangga (ART) di HMI memiliki 10 naskah perjuangan HMI. Di antara 10 naskah doktrin perjuangan HMI, yang masih dipakai dan tetap dijadikan landasan perjuangan tinggal lima: (1) Pemikiran keislaman-keindonesiaan HMI; (2) Tafsir tujuan; (3) Tafsir independensi; (4) Memori penjelasan tentang Islam sebagai azas HMI; dan (5) Nilai Dasar Perjuangan (NDP). (M. Alfan 2013: 113) Tafsir independensi HMI harus mesti di pegang teguh oleh seluruh anggota HMI kalaupun benar-benar ingin bertanggung jawab tehadap problem umat dan bangsa untuk mengukur lebih jauh kita memahami atau tidak tentang HMI harus di dahulukan memahami, dan menghayati doktrin perjuangannya.
Apa yang membuat independensi di jadikan sebagai doktrin perjuangan HMI? Untuk menjawab hal ini bisa di lihat pada penjelasan terkait tafsir Independensi HMI, yang terbagi atas dua yakni independensi etis dan independensi organisatoris. Independensi etis adalah sifat independensi secara etis yang pada hakikatnya merupakan sifat yang sesuai dengan fitrah kemanusiaan. fitrah tersebut membuat manusia berkeinginan suci dan secara kodrati cenderung pada kebenaran (hanief). Watak dan kepribadian kader sesuai dengan fitrahnya membuat kader HMI selalu setia pada hati nuraninya yang senantiasa memancarkan keinginan pada kebaikan, kesucian dan kebenaran adalah Allah SWT. Dengan demikian melaksanakan independensi etis bagi setiap kader HMI berarti pengaktualisasian dinamika berpikir, bersikap dan berperilaku baik “hablum minallah” maupun dalam “hablum minannas” hanya tunduk dan patuh dengan kebenaran. (Solichin 2010: 209) Sedangkan independensi organisatoris diartikan bahwa dalam keutuhan kehidupan nasional HMI secara organisatoris senantiasa melakukan partisipasi aktif, konstruktif, korektif, dan konstitusional agar perjuangan bangsa dan segala usaha pembangunan demi mencapai cita-cita semakin hari semakin terwujud. Dalam melakukan partisipasi aktif, konstruktif, korektif dan konstitusional tersebut secara organisatoris HMI hanya tunduk serta komit pada prinsip-prinsip kebenaran dan objektif. (Solichin 2010: 209).
Jika dipahami lebih dalam oleh kader HMI tentang independensi yang menjadi watak dan kepribadian serta sikap baik secara individu maupun organisatoris, kader HMI berkewajiban untuk tidak melakukan komitmen dengan kelompok dan golongan manapun kecuali terikat pada kebenaran, kalaupun kader HMI berhasil untuk mengaktualisasikan nya maka akan lebih mudah untuk kita melakukan perubahan sosial demi terwujudnya masyarakat cita.
Insan cita HMI merupakan dunia cita ideal yang ingin diwujudkan oleh HMI dalam pribadi seseorang manusia beriman dan berilmu pengetahuan serta mampu melaksanakan tugas kerja kemanusiaan. Dalam Tafsir Tujuan HMI, insan cita memiliki beberapa kualitas, yang pada pokoknya merupakan gambaran “man of future” insan pelopor yaitu insan yang berpikiran luas dan berpandangan jauh, bersifat terbuka, terampil atau ahli dalam bidangnya, dia sadar apa yang menjadi cita-citanya dan tahu bagaimana mencari ilmu perjuangan untuk secara operatif bekerja sesuai dengan yang dicita-citakan. Idel dari tipe perkaderan HMI adalah “man of inovator” (duta-duta pembaharu). Penyuara “idea progres”. Insan yang berkepribadian imbang dan padu, kritis, dinamis, adil dan jujur, tidak takabur dan bertaqwa kepada Allah SWT. Mereka itu manusia- manusia yang beriman, berilmu, dan mampu beramal saleh dalam kualitas yang maksimal (insan kamil). (Askar dan Zulkifli 2020)
Reorientasi Aktivisme Poltik HMI dan Masa Depan Independensi HMI
Terdapat empat faktor pendorong bagi peningkatan peranan mahasiswa dalam kehidupan politik. Pertama, sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik, mahasiswa mempunyai cakrawala pemikiran yang luas diantara masyarakat. Kedua, sebagai kelompok masyarakat yang paling lama menduduki bangku sekolah sampai universitas, sehingga mahasiswa telah mengalami proses sosial politik yang panjang diantara angkatan muda. Ketiga, kehidupan kampus membentuk gaya hidup yang unik dikalangan mahasiswa. Keempat, mahasiswa sebagai kelompok yang akan memasuki lapisan atas dari susunan kekuasaan, struktur perekonomian, dan prestise dalam masyarakat dengan sendirinya merupakan elite dalam kalangan angkatan muda. (Siti 2019)
Kekuatan sebuah paradigma gerakan tergambar pada keunggulan konseptual berupa azas gerakan yang mudah diimplementasikan dan dapat memandu dan mengoreksi perilaku budaya dari anggota-anggotanya. Paradigma gerakan harus memuat pijakan kokoh dari ideologi yang akan menyemangati tujuan dan orientasi gerakan. (Safinuddin 2003: 71). Di HMI memiliki landasan ideologis yang disebut Nilai Dasar Perjuangan yang menjadi nilai (value) bagi anggotanya supaya berjalan selaras dengan tujuan HMI. Memulai dari perbaikan paradigma adalah awal dari tercapainya sebuah perubahan yang besar.
Kehilangan orientasi yang mengarah pada prinsip ideologis satu gerakan mahasiswa tidak akan selaras dengan tugas mahasiswa sebagai pengontrol sosial dan aktor pembaharu, hal ini akan menyebabkan kekuatan gerakan politik mahasiswa lemah dan tidak akan berhasil mengubah peta politik kearah yang baik. Makanya harus ada prinsip yang teguh dengan berpendirian pada aktivisme politik mahasiswa yang benar. lalu bagaimana gerakan politik mahasiswa?.
Mahasiswa memiliki gerakan politik yang berbeda dengan pemerintah dan kelompok lainnya di luar mahasiswa yang mengarah pada perebutan dan mempertahankan kekuasaan. Dody Rudianto dalam bukunya gerakan mahasiswa menjelaskan, bahwa gerakan mahasiswa adalah gerakan moral yakni gerakan murni dari mahasiswa yang belum terpolusi oleh pengaruh politik yang berorientasi kekuasaan. mereka masih tetap mempertahankan konsistensi perjuangan yang dilandasi oleh nilai-nilai penegakan moral bernegara. (Dody 2010: 11).
Dalam khazanah politik, gerakan mahasiswa adalah fakta sejarah sekaligus fakta politik yang tidak bisa dihindari untuk dikaji. Hal ini karena aktor sejarah aktor sebuah bangsa tidak sedikit diperankan oleh gerakan kaum muda mahasiswa. Selain itu seringkali gerakan kaum muda mahasiswa ini tidak hanya menjadi salah satu faktor utama jatuhnya rezim diktator dan korup, tetapi juga memberi pengaruh bagi perubahan sistem politik sebuah negara. HMI memiliki status sebagai organisasi mahasiswa dan berazaskan Islam pada orientasi politik memegang teguh sifat independensinya untuk menjaga masa depan HMI tetap gemilang, maka orientasi politik HMI dalam kiprahnya terhadap umat dan bangsa itu dapat dilihat pada aplikasi dari dinamika berpikir dan berperilaku secara keseluruhan merupakan watak azasi kader HMI dan teraktualisasi secara rill melalui, watak dan kepribadian serta sikap-sikap yang: (Solichin 2010: 209)
• Cenderung pada kebenaran (Hanief)
• Bebas terbuka dan merdeka
• Objektif dan rasional
• Progresif dan dinamis
• Demokratis, jujur dan adil
Maka, jika dilihat dengan watak kader HMI pada sikap independensi diatas adalah sikap yang sistematis, HMI yang merupakan investasi manusia (human investment), dengan sifat dan garis independensi yang menjadi watak kader HMI dalam organisasi cukup penting agar masa depan HMI gemilang dengan sikap independensinya akan berdampak baik pada kepentingan- kepentingan dalam pencapaian mission HMI.
Hal ini pun sama halnya di sampaikan Agussalim Sitompul, bahwa sifat independensi HMI membuktikan HMI bukanlah sektarian, tetapi suatu kekuatan independen dengan kemampuan integrator menjadi perekat, mediator bagi seluruh komponen bangsa. HMI dapat mengatasi setiap perbedaan pandangan dengan cara persuasif tanpa harus kehilangan sikap kritisnya. Independensi organistoris akan mencegah HMI menjadi underbouw dari organisasi politik manapun juga. Sedangkan independensi etis akan menuntut HMI untuk tetap setia dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan. (Agussalim, 2002: 369- 379).
Untuk mengembalikan orientasi politik HMI agar tetap independen maka di haruskan ada upaya yang lebih keras dan sistematis dari seluruh hierarkis pengurus HMI baik PB, Cabang sampai di tingkat komisariat. Mengawal demokrasi menyatukan keumatan, kebangsaan, keislaman dan keindonesiaan. Sebagai organisasi pengkaderan dan tempat bernaungnya intelektual, sikap independen harus benar-benar dijaga. Agar HMI terus kuat dan dapat menjadi tumpuan masyarakat, seperti yang dikatakan Jenderal Soedirman, harapan masyarakat Indonesia, maka sikap dan watak anggota HMI pada sifat independensi diatas harus dipupuk dan dirawat dengan baik. Bagi setiap kader harus terus meningkatkan kualitasnya lewat pelatihan-pelatihan baik formal maupun informal, lewat tradisi-tradisi intelektual seperti membaca, diskusi, menulis, dan lainnya, yang terpenting juga dalam kondisi politik praktis saat ini yang saling menarik massanya, tentunya HMI menjadi target. Maka dari itu, HMI dan kadernya dapat menjaga juga merawat independensi agar dapat berpihak pada kebenaran, tidak mudah terbujuk oleh rayuan-rayuan nafsu, popularitas, jabatan dan materi yang menghancurkan diri kader dan HMI.
Dari deskripsi di atas, kita menemukan sebuah gagasan tentang tafsir Independensi HMI dan reorientasi aktivisme politik HMI untuk kemudian menjadikan itu sebagai ikhtiar untuk masa depan independensi HMI.