Oleh: Mohammad Naufal Abdillah
Realita kehidupan organisasi hari ini terseret dalam kubangan politik. Kader-kader organisasi yang potensial terserap ke dalam berbagai peran di dunia politik. menjadi relawan, tim sukses, petugas survei, hingga sebagai penyelenggara. Hal ini sebenarnya tidak mengherankan, karena secara aktivitas dan hubungan kultural, kader-kader organisasi ini memang memiliki irisan yang bersinggungan langsung dengan kontestasi politik saat ini.
Apakah hal ini dipandang sebagai sesuatu yang bermasalah? Tentu perlu ditinjau ulang.
Berdirinya sebuah organisasi tentu memiliki tujuan mulia yang ingin dicapai. Dalam mencapai cita-cita tersebut, diperlukan orang-orang yang dapat terus merawat nilai-nilai yang dianut. Organisasi memiliki mekanisme untuk mencari individu-individu yang dapat terus menjaga dan menjalankan nilai-nilai tersebut. Organisasi juga dituntut untuk mencetak kader yang mampu mempertahankan cita-cita itu. Selain itu, kader perlu dibekali dengan ideologi atau nilai-nilai sebagai cara pandang dalam menyusun rencana dan merumuskan tujuan. Tujuan tersebut kemudian perlu diwujudkan melalui perjuangan politik.
Menurut Dahlan Ranuwihardjo, politik dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan yang berdasarkan pada nilai-nilai tersebut. Orang yang berorganisasi harus memahami kesatuan antara ideologi atau nilai-nilai sebagai dasar perjuangan, kader sebagai penggerak yang merawat dan menjalankan nilai-nilai tersebut, organisasi sebagai wadahnya, dan politik sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Dahlan menegaskan bahwa keempat dimensi ini—ideologi, kader, organisasi, dan politik—harus ada dan dimiliki oleh seorang kader untuk mencapai perjuangan. Jika salah satu dari dimensi ini hilang atau timpang, maka perjuangan akan mengalami kegagalan.
Dalam buku perjuangan paripurna, Dahlan merumuskan bahwa politik tanpa ideologi hanya akan menghasilkan oportunisme. Kader-kader yang lahir tanpa ideologi yang kuat hanya akan menjadi orang-orang nekat yang mencari kehidupan dalam dunia politik, memanfaatkan momentum momentum yang ada demi kepentingan pribadi.
Begitu juga politik tanpa organisasi, yang oleh Dahlan disebut akan melahirkan avonturisme. Para avonturis hanya akan menjadi petualang, bergerak dari satu agenda ke agenda lain tanpa komitmen ideologis atau tujuan jangka panjang, dan akhirnya menjadi benalu bagi perjuangan.
Dalam buku Falsafah hidup Buya Hamka menyebutkan “tujuan politik bukanlah kekuasaan, melainkan menegakkan keadilan dan memperjuangkan kebenaran”.
Sangat berbahaya jika kader-kader yang tumbuh menjadi pemimpin baru atau terlibat dalam konstelasi politik, tidak memiliki kematangan ideologis yang dibina secara tertib dalam organisasi.
Organisasi akan hanya melahirkan para oportunis dan avonturis. Hal ini akan menjauhkan mereka dari nilai-nilai dan tujuan organisasi, serta menyiapkan kegagalan demi kegagalan di masa depan.
orang-orang yang berada dalan organisasi perlu memperhatikan dimensi-dimensi ini mematangkan setiap sendi sendi yang belum utuh agar kehidupan berorganisasi menjadi suatu jalan hidup yang mulia, bukan malah menjadi kutukan.