Opini  

Penambang Emas Asing Datang, Masyarakat Kabupaten Solok Selatan Malang

Oleh: Mita Handayani (Peserta Advanced Training Badko HMI Sumatera Barat)

Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA). Ia juga kerap dijuluki sebagai negeri serpihan surga yang terlempar ke dunia. Banyak pula yang berkata bahwa Indonesia adalah “Tanah Surga”. Sebab, hasil sumber daya alamnya sangat melimpah ruah.

Indonesia memiliki 98.5 miliar ton batu bara, 3.6 miliar barel minyak bumi, 17.7 miliar ton bijih besi, 57 juta ton logam, dan 2.600 metrik ton emas.

Jika diperhatikan dengan seksama, angka ini adalah angka yang sangat besar. Akan tetapi, ternyata banyak masalah yang dihadapi Indonesia dengan besarnya angka hasil kekayaan alamnya.

Salah satu permasalah ini terjadi dengan tambang emas Indonesia. Banyak tambang di Indonesia yang tidak dikuasai oleh bangsa sendiri. Akan tetapi dikuasai oleh pihak asing. Salah satunya terjadi di Kabupaten Solok Selatan, Provinsi Sumatera Barat.

Solok Selatan adalah kabupaten yang baru saja keluar dari daerah yang dijuluki sebagai daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T) pada tahun 2019 lalu.

Dilansir dari Haluan.com, Kabupaten Solok Selatan turut menyumbang sekitar 3,58% dari total cadangan emas yang diperkirakan ada di Indonesia.

Sayangnya, pengelolaan tambang emas ini tidak banyak yang dilakukan oleh masyarakat setempat. Hal ini justru dikelola dan dikuasai oleh pihak asing.

Pengolahan tambang di Solok Selatan dilakukan dengan cara serampangan tanpa memperhatikan aspek lingkungan oleh para penambang asing.

Padahal, pemerintah Indonesia sedang gencar-gencarnya mempromosikan green economy (ekonomi hijau) dan blue economy (ekonomi biru). Green economy (ekonomi hijau) adalah konsep ekonomi yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan kesetaraan sosial masyarakat, sekaligus mengurangi risiko kerusakan lingkungan.

Sementara itu, Blue economy (ekonomi biru) adalah konsep ekonomi yang menggabungkan pemanfaatan sumber daya laut dengan pendekatan berkelanjutan. Sejatinya, konsep green dan blue economy merupakan suatu konsep yang relatif baru diterapkan di Indonesia. Akan tetapi, luaran dari konsep ini sesungguhnya merupakan pengembangan dari sustainable development.

Dilansir dari Liputan6.com, pada 12 Desember 2023 lalu, setidaknya terdapat empat lokasi tambang emas ilegal yang menggunakan ekskavator. Selain itu, setidaknya ada 10 bekas tambang emas yang sudah tidak aktif dan ditinggalkan begitu saja.

Di bekas tambang itu tersisa pula lubang-lubang besar yang sudah menjadi kolam di pinggir sungai. Miris memang kita mendengarnya. Sebab, hal ini adalah ulah tangan manusia asing yang berupaya mengeksploitasi dan mengeruk secara ugal-ugalan hasil alam yang ada di negara Indonesia.

Bahkan, hasil investigasi dari Walhi pada tahun 2019 lalu menemukan sedikitnya terdapat 28 titik tambang emas ilegal di Kecamatan KPGD dan 22 di antaranya sudah tidak aktif dan ditinggalkan begitu saja tanpa adanya upaya reklamasi. Sedangkan enam titik lainnya di aliran Sungai Bangko yang masih aktif dan juga cenderung bermasalah dalam pengelolaannya.

Hal ini sangat bertentangan dengan apa yang telah dilakukan oleh penduduk asli Kabupaten Solok Selatan selama ini. Mereka menambang emas dengan tetap mempertahankan cara-cara tradisional atau yang dikenal dengan nama “dulang emas”. Tujuan mereka melakukan ini adalah agar lingkungan alam mereka tetap terjaga dan mereka bisa juga mewariskan hasil alam ini kepada anak cucu mereka berikutnya.

Masyarakat Kabupaten Solok Selatan yang notabenenya secara mayoritas ditinggali oleh masyarakat Minangkabau percaya bahwa alam adalah ciptaan Tuhan yang harus dijaga.

Mereka juga percaya bahwa inyiek (sebutan untuk leluhur yang menjaga mereka) akan memberikan ujian berupa bencana alam apabila mereka dengan sengaja merusak alam.

Menurut hemat penulis, dalam hal ini pemerintah Kabupaten Solok Selatan harus mengambil sikap tegas untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang akan merugikan masyarakat Solok Selatan baik dalam jangka panjang maupun dalam jangka pendek.

Pemerintah sebagai pemangku kebijakan harus menetapkan regulasi yang harus selalu berpihak pada masyarakat dan jangan sampai membentuk kebijakan yang menguntungkan penambang asing.

Selain itu, para kader HMI yang ada di Sumatera Barat, terutama kader HMI yang ada di Solok Selatan juga tidak boleh menutup mata dengan persoalan ini.

Kader HMI harus ikut memperjuangkan hak-hak masyarakat Solok Selatan agar tidak direbut oleh pihak asing. Kader HMI harus menjadi penyambung lidah rakyat kepada pemerintah. HMI harus selalu hadir untuk memperjuangkan hak-hak kaum mustadh’afin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *