Oleh: Moh. Mokhlis (Mahasiswa HKI STAI Al Mujtama Pamekasan)
Dalam beberapa tahun terakhir, transformasi keadilan gender dalam huku keluarga Islam telah menjadi topik yang semakin penting dan menarik perhatian masyarakat. Hal ini disebabkan oleh adanya pergeseran budaya dan nilai dalam sistem masyarakat yang semakin memperhatikan hak-hak perempuan dan mengupayakan kesetaraan gender. Dalam opini ini, kita akan mengeksplorasi tantangan dan peluang yang dihadapi dalam mengubah paradigma keadilan gender dalam hukum keluarga Islam, serta bagaimana transformasi ini bisa menguntungkan masyarakat secara keseluruhan.
Sejak lama, hukum keluarga Islam cenderung memberikan perlakuan yang tidak setara antara laki-laki dan perempuan dalam hal pernikahan, perceraian, warisan, dan hak-hak keluarga lainnya. Meskipun ada argumen yang berpendapat bahwa hal ini didasarkan pada peran yang berbeda antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat, namun tidak bisa dipungkiri bahwa paradigma ini tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman dan semakin bertentangan dengan nilai-nilai egalitarian yang saat ini dianut oleh banyak masyarakat.
Salah satu tantangan utama dalam transformasi keadilan gender dalam hukum keluarga Islam adalah resistensi dari kelompok-kelompok konservatif yang mempertahankan status quo. Pandangan mereka didasarkan pada pemahaman literal terhadap ajaran agama dan berargumen bahwa perubahan dalam hukum keluarga bisa menghancurkan nilai-nilai tradisional dan mengancam stabilitas sosial. Untuk mengatasi tantangan ini, transformasi keadilan gender perlu didukung oleh pendekatan yang bijaksana, mendalam, dan responsif terhadap kebutuhan sosial dan hak asasi perempuan.
Beberapa peluang penting muncul dalam mengubah paradigma keadilan gender dalam hukum keluarga Islam. Pertama, banyak negara yang telah memperkenalkan reformasi hukum untuk melindungi hak-hak perempuan dan memastikan kesetaraan gender dalam hukum keluarga. Contohnya adalah negara seperti Tunisia dan Maroko, yang telah menghapus aturan hukum yang diskriminatif terhadap perempuan dan mengakui hak-hak mereka secara lebih adil. Inovasi semacam ini menjadi contoh positif dan merupakan peluang bagi negara lain untuk melibatkan agama dan hukum dalam mencapai kesetaraan gender.
Peluang lainnya adalah penggunaan ijtihad kontemporer dan pendekatan konteks dalam memahami hukum Islam. Ijtihad adalah proses interpretasi hukum Islam yang memungkinkan penyesuaian dengan perubahan sosial dan lingkungan. Memanfaatkan ijtihad kontemporer memungkinkan penafsiran yang lebih kreatif dan inklusif terhadap hukum keluarga Islam, yang memungkinkan kesetaraan gender dan keadilan.
Selain itu, peran penting yang dimainkan oleh organisasi dan kelompok aktivis dalam meningkatkan kesadaran akan pentingnya transformasi keadilan gender juga merupakan peluang yang harus digali dengan baik. Dengan membangun koalisi yang kuat dan mengadvokasi transformasi hukum keluarga yang lebih inklusif, mereka dapat mempengaruhi perubahan budaya dan mempercepat proses transformasi keadilan gender.
Dalam kedua tantangan dan peluang ini, komunikasi dan dialog yang terbuka antara kelompok yang berbeda pandangan menjadi kunci penting untuk mencapai transformasi keadilan gender dalam hukum keluarga Islam. Melalui dialog yang inklusif, melibatkan para ulama, aktivis, peneliti, dan pemimpin masyarakat, pemahaman yang lebih baik tentang konteks sosial dan nilai-nilai yang mendukung kesetaraan gender dapat tercapai.
Dalam rangka mencapai transformasi keadilan gender dalam hukum keluarga Islam, dibutuhkan komitmen yang kuat dari semua pihak yang terlibat. Perubahan ini harus menghormati prinsip-prinsip agama, nilai-nilai budaya dan kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Dengan memanfaatkan tantangan sebagai peluang, dan melalui pendekatan yang bijaksana, transformasi keadilan gender dalam hukum keluarga Islam dapat membawa perubahan positif dan menguntungkan masyarakat secara luas.