YAKUSA.ID – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meluncurkan program peningkatan tata kelola pelabuhan perikanan di seluruh nusantara.
Rangkaian langkah meliputi modernisasi dermaga, penataan zonasi operasional, serta pemasangan teknologi pengawasan digital di 1.198 pelabuhan, demi mendukung efektivitas bongkar muat hasil laut dan memperkuat peran sektor kelautan dalam pertumbuhan ekonomi biru nasional.
Pelabuhan perikanan sejatinya menjadi simpul utama rantai pasok ikan tangkap, dengan kontribusi produksi mencapai 7,5 juta ton pada 2024.
Namun kenyataannya, banyak dermaga belum memenuhi standar kebersihan, keamanan, dan kenyamanan kerja sehingga nilai jual ikan di tingkat nelayan tergerus rata‑rata 15 persen akibat kualitas menangkap hingga distribusi yang kurang terjaga.
Menurutnya Direktur Eksekutif Gagas Nusantara Romadhon Jasn, program KKP ini disambut positif—digitalisasi CCTV dan sensor, bersama sistem zonasi yang memastikan aktivitas bongkar muat terpisah dari area publik, akan meningkatkan efisiensi hingga 30 persen.
Romadhon menjelaskan, tantangan terbesar justru terletak pada minimnya keterlibatan komunitas nelayan dan pelaku UMKM setempat.
Selama ini, nelayan tradisional sering diabaikan dalam perencanaan zonasi, sehingga transformasi fasilitas malah memicu konflik ruang hidup dan bekerja yang berujung pada kerjasama yang tidak berkelanjutan.
“Sementara itu, program pelatihan manajemen pelabuhan dan tata kelola usaha bagi 250.000 nelayan kecil menjadi kunci untuk mengintegrasikan aspek sosial dalam modernisasi pelabuhan,” kata Romadhon, Rabu (28/5)
Konektivitas pelabuhan ke pasar domestik juga masih menghadapi kendala. Pelabuhan Muara Baru di Jakarta dapat memproses 100 persen kapasitas gudang dingin, namun Pelabuhan Pantoloan di Sulawesi Tengah baru memanfaatkan 40 persen, menyebabkan 20 persen hasil laut terbuang setiap bulan akibat tidak tersalurkan tepat waktu.
Gagas Nusantara merekomendasikan pengembangan dashboard publik real‑time untuk memetakan ketersediaan ruang pendingin, kapasitas kontainer, dan jadwal bongkar muat di setiap pelabuhan, imbuhnya.
Secara ekspor, produk perikanan Indonesia mencatat pemasukan 4,2 miliar dolar AS pada 2024, naik 8 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Namun hambatan sertifikasi higienis masih menghalangi akses ke pasar premium di Eropa dan Amerika Serikat, sehingga potensi nilai tambah tidak teroptimalkan.
“Jika pelabuhan perikanan dibersihkan, tertata, dan diawasi ketat sesuai standar internasional, nilai ekspor bisa meningkat hingga 20 persen dalam dua tahun ke depan,” pungkas Romadhon. (YAKUSA.ID-HS)