PAMEKASAN, YAKUSA.ID – Dewan Pengurus Wilayah Asosiasi Pengacara Syariah (DPW APSI) Jawa Timur menggelar Ujian Profesi Advokat (UPA) tahun 2024 secara serentak di 3 kota atau kabupaten wilayah Jawa Timur. Diantaranya, Pamekasan Madura, Jember dan Kediri.
Gelaran yang diselenggarakan guna melahirkan advokat berkualitas ini diikuti sebanyak 48 peserta bakal calon advokat.
Ketua APSI Jawa Timur, Sulaisi Abdurrazaq mengungkapkan kegiatan UPA ini merupakan tindak lanjut dari Pendidikan Profesi Advokat (PPA), sekaligus salah satu syarat dan ketentuan penyumpahan bakal calon advokat.
“Jadi sebelum seorang jadi pengacara dia harus lulus dulu Ujian Profesi Advokat, kalau dia lulus baru bisa diajukan untuk diangkat atau diambil sumpahnya sebagai pengacara,” ujar Sulaisi usai gelaran UPA 2024 di Pamekasan Madura, Minggu (15/9/2024).
“Dalam konteks ini, APSI mengajukan ke Pengadilan Tinggi wilayah masing-masing. Karena kita APSI Jawa Timur berarti nanti mengajukan ke Pengadilan Tinggi Jawa Timur,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Alumni Magister Ilmu Politik Universitas Indonesia ini menuturkan, pelaksanaan UPA sebenarnya kewenangan Dewan Pengurus Pusat (DPP). Namun karena Jawa Timur sangat luas maka DPP memandatkan kepada DPW untuk melaksanakannya.
“Jadi undang-undang advokat mewajibkan setiap oraganisasi advokat melaksanakan pendidikan profesi advokat, kerjasamanya dengan kampus-kampus melalui Fakultas Hukum atau Fakultas Syariah,” kata Direktur LKBH IAIN Madura itu.
Karena Jawa Timur sangat luas, kata Sulaisi, pihaknya berkerjasama dengan 3 kampus. Diantaranya IAIN Madura, UIN Khas Jember dan UIT Lirboyo Kediri. Ketiga tempat tersebut diawasi langsung oleh DPP.
“Di Madura diawasi oleh Ibu Maisun. Kemudian di Jember diawasi oleh Pak Ichwan. Sedangkan di Kediri diawasi oleh Pak Arifin,” ucapnya.
Sulaisi berharap gelaran UPA yang dihadirkan pihaknya tidak hanya sekedar menguji peserta sebagai calon advokat. Melainkan wawasan yang dituangkan dalam soal UPA ini juga bisa ditanamkan dalam jiwa calon advokat tersebut.
“Agar menjadi nilai yang bersinar di dada dan fikiran mereka. Sehingga profesi advokat tidak mudah digunakan untuk kepentingan-kepentingan di luar profesi dan benar-benar menjadi ofisium nobile (profesi yang terhormat),” tegas Sulaisi.
“Karena ofisium nobile, maka jangan dicemari hanya oleh kepentingan mencari kekayaan. Tapi harus diwarnai dengan upaya-upaya untuk menjadi problem solver dalam konteks hukum bagi kaum-kaum marginal, menengah dan lemah,” pungkasnya. (yakusa.id-10)