Opini  

Kepemimpinan Bagas Kurniawan Gagal Total: HMI Memerlukan Perubahan yang Nyata, Mundur Lebih Baik

Oleh: Via (Kader Yakusa Jakarta)

Peringatan Dies Natalis HMI yang ke-78, yang dirayakan pada 5 Februari 2025, seharusnya menjadi momentum refleksi dan kebanggaan bagi organisasi yang telah berkontribusi besar dalam sejarah perjuangan mahasiswa dan pergerakan sosial-politik Indonesia. Namun, kenyataannya, acara tersebut justru memperlihatkan sebuah kegagalan besar dalam manajemen dan kepemimpinan yang sangat memprihatinkan. Acara yang seharusnya menjadi titik kulminasi dari perjalanan panjang HMI justru terkesan sebagai seremonial kosong yang jauh dari esensi yang seharusnya. Tidak hanya kurang terstruktur, namun juga tidak mencerminkan nilai-nilai dan semangat HMI yang telah dibangun sejak awal pendiriannya.

Tema yang diangkat pada acara Dies Natalis kali ini, “hanya angka ke 78 Dies Natalis!!!”, disertai dengan ajakan seperti “Ramaikan Dies Natalis HMI 78 Lee…” dan frasa seperti “ubur-ubur ikan lele” dalam promosi acara, jelas mencederai martabat organisasi besar seperti HMI. Sebuah organisasi mahasiswa yang telah berusia 78 tahun dan memiliki sejarah panjang dalam pergerakan intelektual, politik, dan sosial di Indonesia, seharusnya lebih dari sekadar merayakan acara dengan slogan yang terkesan dangkal dan tidak bermakna. Seharusnya, perayaan Dies Natalis HMI adalah waktu yang tepat untuk merayakan semangat perjuangan, merenung kembali atas sejarah panjang, dan merumuskan langkah strategis untuk masa depan.

Acara yang digelar dengan cara seperti ini hanya menunjukkan satu hal yang sangat jelas: kegagalan kepemimpinan Bagas Kurniawan. Bagas, sebagai Ketua Umum HMI, memiliki tanggung jawab penuh terhadap keberlangsungan organisasi ini, baik dalam hal manajemen kegiatan, pengelolaan acara, hingga memastikan bahwa setiap langkah yang diambil oleh HMI mencerminkan visi dan misi organisasi. Namun, apa yang terjadi? Sebuah perayaan yang terkesan dadakan, tidak terorganisir, dan bahkan tidak mencerminkan kedalaman intelektual dan sejarah panjang HMI, adalah bukti nyata betapa buruknya manajemen di bawah kepemimpinan Bagas.

Seharusnya, Dies Natalis HMI bukanlah sekadar acara perayaan atau kumpul-kumpul semata. Sebagai organisasi yang telah memainkan peran penting dalam membentuk kader-kader bangsa, HMI seharusnya lebih fokus pada refleksi sejarah dan langkah strategis untuk penguatan masa depan. Namun, tampaknya para pengurus, khususnya Bagas, lebih memilih untuk berfokus pada aspek hiburan dan euforia yang tidak bermakna. Ini adalah kegagalan besar yang harus segera diakui oleh para pengurus. Jika HMI ingin tetap relevan dan menjadi kekuatan positif di dunia mahasiswa, organisasi ini membutuhkan perubahan mendalam dalam kepemimpinan.

Keberhasilan HMI dalam membentuk kader-kader terbaik bangsa di masa lalu bukanlah hasil dari seremonial kosong seperti ini, melainkan dari pemikiran matang, perencanaan yang jelas, dan strategi yang tepat. Sayangnya, di bawah kepemimpinan Bagas Kurniawan, HMI seolah kehilangan arah. Acara yang seharusnya menjadi momentum bagi kader untuk merenung dan memperkuat komitmen terhadap organisasi, justru menjadi ajang pameran kosong yang hanya menambah rasa kecewa di kalangan kader.

Kini sudah saatnya untuk mengambil langkah nyata. Kepemimpinan Bagas Kurniawan harus berhenti di sini. Sebagai Ketua Umum yang tidak mampu memberikan arah yang jelas dan solid bagi organisasi, ia sudah menunjukkan ketidakmampuannya untuk membawa HMI ke level yang lebih baik. Tidak ada alasan lagi untuk mempertahankan kepemimpinan yang gagal ini. Kepemimpinan di HMI bukan sekadar tentang jabatan atau kekuasaan, tetapi tentang tanggung jawab dan komitmen untuk memajukan organisasi. Dalam konteks ini, sudah jelas bahwa Bagas Kurniawan telah gagal menjalankan tugasnya dengan baik.

Jika Bagas masih memiliki rasa tanggung jawab terhadap organisasi dan kader-kader HMI, langkah terbaik yang bisa ia ambil adalah mundur. Mundur bersama dengan pengurus lainnya yang terbukti tidak mampu memimpin organisasi ini. Jika tidak, HMI akan terus tenggelam dalam ketidakjelasan dan kehilangan relevansi di kalangan mahasiswa dan masyarakat.

Kepemimpinan yang baru dan lebih kompeten harus segera dihadirkan untuk menggantikan kepemimpinan yang tidak becus ini. HMI membutuhkan kader-kader yang mampu merancang masa depan organisasi dengan lebih baik, menyusun kegiatan yang lebih produktif, dan memajukan organisasi dengan visi yang lebih jelas. Para kader HMI, terutama yang ada di tingkat cabang dan komisariat, harus menyadari bahwa perbaikan ini harus dimulai dari kesadaran untuk berubah dan menyegarkan kepemimpinan yang ada sekarang. Jika HMI terus dipimpin oleh orang yang sama, dengan pola manajemen yang sama, maka organisasi ini hanya akan terus terpuruk dan semakin kehilangan taji sebagai organisasi mahasiswa yang dihormati.

Inilah saatnya untuk memilih: mundur atau hancur. Bagas Kurniawan dan pengurus HMI saat ini harus menyadari bahwa organisasi ini lebih besar daripada ambisi pribadi atau kepentingan kelompok. Jika mereka benar-benar peduli pada HMI dan kader-kadernya, pengunduran diri adalah pilihan yang paling terhormat, karena hanya dengan kepemimpinan baru yang penuh gairah, perencanaan yang matang, dan komitmen yang tinggi, HMI dapat kembali ke jalur yang benar. Kegagalan ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, demi masa depan HMI yang lebih baik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *