SUMENEP, YAKUSA.id – Buntut dari penetapan tersangka atas H, YB, MM, SH, dan S yang dijerat dengan Pasal 170 ayat (1) KUH Pidana.
Penasihat Hukum kelima tersangka tersebut, Sulaisi Abdurrazaq kemudian mengajukan praperadilan terhadap Polres Sumenep.
Sidang perdana akan digelar di Pengadilan Negeri Sumenep pada Senin 23 September 2024 mendatang.
Sulaisi Abdurrazaq menceritakan kepada Yakusa bahwa ada 10 orang yang diberi mandat atas dasar hasil rapat Pemerintah Desa (Pemdes) Badur, Kecamatan Batuputih, Kabupaten Sumenep untuk menyambut event Ojung di Pantai Badur.
“Yaitu kerja bakti pelebaran jalan menuju Wisata Pantai Badur,” katanya,
Pada perjalanannya, kata Ketua APSI Jatim ini, mereka dilaporkan oleh warga karena dinilai pelaksanaan kerja bakti itu mengenai bibit padi milik warga.
Sementara menurut Pemdes Badur, tidak ada bibit padi saat pelebaran jalan tersebut. Meskipun ada, bibit padi tersebut berada di atas tanah kas desa (TKD).
“Atas dasar itu, mereka (warga, red) melaporkan ke Polres Sumenep. Kemudian, Polres Sumenep menetapkan tersangka kepada terlapor (H, YB, MM, SH, dan S, red),” imbuhnya.
Dirinya menyebutkan, atas dasar itu, maka pihaknya menilai Polres Sumenep ngawur dan sewenang-wenang.
“Ada dua alasan. Pertama, Polres Sumenep salah mengenai pelaku/orang/subjek hukum, karena para tersangka adalah perangkat desa dan tokoh masyarakat yang menerima mandat untuk kerja bakti dari Pemdes. Pasal 14 ayat (8) UU No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan memberi ketentuan bahwa: ‘Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memperoleh Wewenang melalui Mandat tanggung jawab Kewenangan tetap pada pemberi Mandat’,” kata Sulaisi.
Artinya, ungkap Sulaisi, terhadap kewenangan yang diperoleh melalui surat mandat tanggungjawab dan tanggung gugat berada pada pemberi mandat, bukan pada para tersangka.
“Itulah mengapa penyidik harus punya pengetahuan tentang hukum pemerintahan, jangan hanya tahunya mau menghukum orang,” terangnya.
Kedua, lanjut Sulaisi, Polres Sumenep salah mengenai hukumnya/penerapan hukum, karena pejabat yang diberi mandat untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dijerat dengan Pasal 170 ayat (1) KUH Pidana. Padahal Pasal 170 adalah delik “Kejahatan terhadap Ketertiban Umum”.
“Bagaimana bisa pemerintah yang melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dengan menggunakan anggaran negara dijerat dengan delik ‘kejahatan terhadap ketertiban umum’?,” tanya Sulaisi.
“Itu tanda penyidik tak punya wawasan, sehingga sewenang-wenang atau ugal-ugalan menetapkan tersangka terhadap klien saya. Saya meminta agar Pengadilan Negeri Sumenep mengoreksi perilaku penyidik agar tidak salah menerapkan hukum dan tidak menjerat orang yang tidak bersalah. Indobio proreo,” tegasnya. (YAKUSA.id-02/San)