Kuota Hangus: Konsumen Serukan Keadilan, Komdigi dan Provider Didesak Revisi Aturan

YAKUSA.ID – Praktik kuota internet prabayar yang hangus seketika setelah masa aktif berakhir memicu gelombang protes di kalangan pelanggan. Kuota yang sudah dibayar lenyap tanpa sisa, meski belum terpakai, membuat konsumen merasa dirampok.

Semua operator—Telkomsel, Indosat, XL Axiata, Tri, hingga Smartfren—menerapkan kebijakan ini, namun Telkomsel, sebagai BUMN terbesar, menjadi sorotan utama. Pertanyaan mendasar muncul: ke mana perginya “kuota hangus” itu, dan mengapa hak konsumen dikesampingkan?

Komdigi sebagai Sasaran Kritik Utama
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), di bawah Menteri Meutya Hafid, dianggap gagal menjalankan fungsinya sebagai pelindung konsumen.

Regulasi Permendigi No. 5/2021 memberi lampu hijau bagi provider untuk membekukan kuota tanpa mekanisme rollover. Dengan gaya analitis ala Rocky Gerung, muncul tudingan: apakah Komdigi sengaja membiarkan celah ini demi keuntungan korporasi telekomunikasi? Atau regulator justru menjadi pelayan industri, bukan pelindung rakyat?

Direktur Gagas Nusantara Romadhon Jasn menyatakan praktik kuota hangus merusak kepercayaan publik pada ekosistem digital nasional.

“Ini bukan sekadar soal nilai rupiah, tapi soal keadilan digital. Konsumen membeli layanan, bukan haknya disita secara sepihak,” tegas Romadhon, Senin (16/6/2025)

Tekanan DPR untuk Perubahan

Komisi VI DPR RI telah memanggil perwakilan Telkom Group, Telkomsel, dan Komdigi untuk meminta penjelasan soal kuota hangus. Anggota DPR Nasim Khan menyoroti ketidakberpihakan regulator.

“DPR harus mengawasi tidak hanya provider, tetapi juga Komdigi sebagai arsitek regulasi,” ujarnya.

Tekanan publik di X menuntut DPR mengubah Permendigi No. 5/2021 agar rollback atau rollover kuota menjadi kewajiban.

Gagas Nusantara Soroti Transparansi

Romadhon menyoroti kurangnya keterbukaan dalam laporan keuangan provider terkait kuota hangus.

“Provider mungkin melaporkan sisa kuota sebagai pendapatan, tetapi publik tidak diberikan detail. Ini lubang korupsi digital jika tidak diawasi,” katanya.

Ia mendesak Komdigi mewajibkan pelaporan rinci pengelolaan kuota hangus dan audit independen.

Dugaan Penyalahgunaan Dana

Spekulasi soal aliran dana kuota hangus menimbulkan desakan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan BPK untuk melakukan audit.

Indonesian Audit Watch (IAW) mengungkap potensi kerugian negara karena Telkomsel—dengan porsi BUMN mayoritas—mengantongi keuntungan tak terdeteksi. Jika kuota hangus dihitung sebagai laba, negara berhak mendapat bagian, bukan rugi.

Romadhon menegaskan solusi rollover kuota adalah langkah sederhana dan efektif. “Negara lain sudah menerapkannya. Komdigi harus berani revisi regulasi, memprioritaskan rakyat di atas tekanan oligarki digital,” ujarnya.

Gagas Nusantara juga mendorong pembentukan forum masyarakat untuk memantau layanan telekomunikasi.

Komdigi gagal Menegakkan UU

Perlindungan Konsumen No. 8/1999, yang mengharuskan transparansi dan keadilan dalam transaksi digital. Bukannya merevisi aturan, Komdigi justru membiarkan regulasi usang berlaku, seolah-olah mengaburkan tanggung jawabnya. Ke mana suara rakyat saat haknya digadaikan?

Romadhon mendesak KPK untuk memantau aliran dana kuota hangus, terutama di provider milik BUMN.

“Jika KPK serius, mereka bisa membongkar apakah keuntungan kuota hangus digunakan sesuai kepentingan negara. Kami siap memberikan data pendukung investigasi,” pungkasnya.

Kuota hangus bukan sekadar isu telecom, tapi simbol “penjajahan digital” yang harus dilawan bersama. Konsumen didesak melapor ke Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), memanfaatkan media sosial untuk menekan Komdigi, dan mendukung DPR dalam merevisi regulasi. Saatnya rakyat bangkit menuntut keadilan digital. (YAKUSA.ID-MH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *