YAKUSA.ID – Lembaga Kajian dan Bantuan Hukum Himpunan Mahasiswa Islam (LKBHMI) Cabang Ciputat mengeluarkan pernyataan sikap terkait kebijakan pemangkasan anggaran yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.
Dalam Inpres yang dikeluarkan pada 22 Januari 2025 tersebut, Presiden Prabowo menginstruksikan pemangkasan anggaran sebesar Rp306,69 triliun di berbagai lembaga negara, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Kebijakan ini diklaim bertujuan untuk mengefisiensikan anggaran, namun LKBHMI menilai bahwa langkah tersebut justru berdampak negatif terhadap lembaga yang berperan dalam penegakan hukum, demokrasi, dan hak asasi manusia (HAM).
Hal itu diungkapkan Direktur Lembaga Kajian dan Bantuan Hukum Himpunan Mahasiswa Islam Ciputat, Muzakki.
Muzakki menilai, Inpres Nomor 1 Tahun 2025 melanggar regulasi serta mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Di mana, kata Muzakki, Dalam Undang-Undang Nomor 62 Tahun 2025 tentang APBN Tahun Anggaran 2025, Pasal 42 mengatur bahwa pemerintah dapat melakukan penyesuaian APBN dengan perubahan keadaan, namun harus dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Dengan demikian, LKBHMI menegaskan bahwa pemangkasan anggaran yang dilakukan secara sepihak melalui Inpres tanpa melalui mekanisme yang telah ditentukan menjadikannya batal demi hukum,” katanya dalam keterangan yang diterima yakusa.id, Kamis (13/2/2025).
Menurutnya, salah satu dampak signifikan dari kebijakan ini adalah melemahnya lembaga yang bergerak di bidang hak asasi manusia.
Muzakki membeberkan beberapa pemangkasan anggaran yang terjadi, antara lain Kementerian Hak Asasi Manusia: Dari Rp174,3 miliar menjadi Rp35,6 miliar (dipangkas Rp83,4 miliar).
Kemudian, Komnas HAM: Dari Rp112,8 miliar menjadi Rp52,1 miliar (dipangkas 46%). Dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK): Dari Rp229 miliar menjadi Rp85 miliar.
Dirinya pun menilai bahwa pemangkasan ini akan berdampak serius terhadap upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu, kebijakan berbasis HAM, serta pembangunan sumber daya manusia yang memahami prinsip HAM.
Di sisi lain, kata Muzakki, beberapa institusi keamanan justru tidak mengalami pemangkasan anggaran.
Anggaran Kementerian Pertahanan tetap sebesar Rp166,26 triliun, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) bahkan mengalami kenaikan 7,34% menjadi Rp126,64 triliun, dan anggaran Badan Intelijen Negara (BIN) tetap Rp7,05 triliun.
“LKBHMI menilai bahwa kebijakan ini bertentangan dengan prinsip negara hukum dan asas non-diskriminasi dalam pemenuhan HAM,” tuturnya.
Sebagai lembaga yang aktif dalam kajian dan advokasi publik, lanjut Muzakki, LKBHMI Ciputat menilai bahwa kebijakan ini menunjukkan upaya untuk memperkuat dominasi militer di ranah sipil serta melemahkan lembaga HAM dan demokrasi.
Oleh karena itu, LKBHMI Ciputat dengan tegas menyatakan sikap, menuntut Presiden Prabowo untuk membenahi kebijakan efisiensi anggaran, khususnya di bidang HAM.
Menuntut DPR untuk membatalkan kebijakan pemangkasan anggaran yang bertentangan dengan konstitusi. Kemudian, menuntut Kementerian Keuangan untuk mengalokasikan anggaran sesuai dengan komitmen awal dan memastikan anggaran lembaga negara tetap stabil dan memadai.
Serta menuntut DPR untuk melakukan pengawasan ketat terhadap penggunaan anggaran dan memastikan bahwa anggaran digunakan secara efektif dan efisien.
“Hingga pernyataan ini dikeluarkan, LKBHMI menilai bahwa belum ada langkah konkret dari Presiden Prabowo dalam menyelesaikan permasalahan ini,” katanya
“LKBHMI menegaskan bahwa pemerintah harus lebih transparan dan akuntabel dalam mengelola anggaran negara guna memastikan keberlanjutan demokrasi dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia,” imbuhnya. (YAKUSA.ID-MH)