Opini  

Era Baru HMI Cabang Kota Bogor

Oleh: Moeltazam, S.H (Kandidat Ketua Umum HMI Cabang Kota Bogor Periode 2025-2026)

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) telah lama menjadi salah satu organisasi kemahasiswaan yang memainkan peran signifikan dalam membentuk pemikiran dan gerakan mahasiswa Indonesia. Di Kota Bogor, HMI telah menjadi bagian tak terpisahkan dari dinamika intelektual dan sosial kemahasiswaan. Sebagai cabang yang berada di bawah koordinasi Badko HMI Jabodetabeka-Banten dan dalam garis instruksi Pengurus Besar HMI, Cabang Kota Bogor memiliki posisi strategis, terlebih karena Bogor dikenal sebagai kota penyangga Ibu Kota.

Memasuki usia ke-23 sejak berdirinya pada 1 Oktober 2002, HMI Cabang Kota Bogor telah melalui berbagai dinamika, mulai dari fase pemekaran hingga kini perkembangan signifikan yang menghasilkan banyak kader emas dan alumni yang tersebar di berbagai sektor birokrasi, politik, ekonomi, akademisi, maupun keagamaan. Realitas ini menegaskan potensi luar biasa yang dimiliki cabang ini untuk terus tumbuh dan memberikan kontribusi yang lebih besar bagi masyarakat luas.

Namun potensi tanpa pengelolaan yang optimal akan menjadi beban yang tidak berdaya guna. Dalam beberapa waktu terakhir, HMI Cabang Kota Bogor menghadapi tantangan serius dalam mempertahankan relevansinya di tengah derasnya arus perubahan. Maka dari itu, melalui semangat pembaruan, saya mengusung gagasan “Era Baru HMI Cabang Kota Bogor” sebuah strategi transformasi menyeluruh untuk memastikan keberlanjutan, relevansi, dan kontribusi organisasi di era modern.

Era baru ini bukan sekadar slogan atau jargon kosong. Ia lahir dari refleksi kritis terhadap dinamika internal dan eksternal yang selama ini menghambat laju organisasi. Ini adalah panggilan untuk keluar dari zona nyaman dan membangun kembali fondasi organisasi melalui pendekatan yang lebih sistematis, progresif, dan adaptif terhadap perkembangan zaman.

Salah satu krisis paling mendasar yang harus dihadapi adalah yang pertama, krisis regenerasi kader. Menurunnya minat mahasiswa terhadap proses kaderisasi yang panjang dan berbasis ideologi. Proses perkaderan mulai kehilangan esensi ideologis dan intelektualnya, maka ia akan tergantikan oleh formalitas belaka. Akibatnya, kader tidak lagi merasa memiliki ikatan emosional dan intelektual terhadap organisasi. Mereka lebih memilih keluar (exit) daripada bertahan dan berjuang dari dalam (voice). Ini menjadi alarm bahwa HMI perlu menata kembali pola perkaderan agar lebih bermakna dan transformatif.

Kedua, HMI juga mengalami disorientasi tujuan. Fokus organisasi kerap kali tersedot pada urusan teknis dan administratif, sehingga melupakan misi utamanya sebagai kawah candradimuka kepemimpinan. Kesenjangan antara cabang dan komisariat makin melebar, menyebabkan penurunan partisipasi dan militansi kader baik di internal HMI maupun peran kader dalam ruang-ruang pengabdian kampus seperti UKM, BEM, dan forum-forum ilmiah dikarenakan distribusi kader ke jenjang perkaderan selanjutnya cenderung lambat.

Kondisi ini diperparah dengan lemahnya koordinasi antarstruktur dan ketidakkonsistenan dalam pelaksanaan program kerja. Organisasi cenderung kehilangan momentum karena tidak adanya sinergi yang kuat dalam menyatukan visi dan arah gerakan. Sementara itu, organisasi mahasiswa lain terus berkembang baik dari sisi kuantitas maupun kualitas, ditambah oleh program kampus seperti MBKM dan pertukaran mahasiswa. Jika HMI tidak mampu menghadirkan nilai lebih, maka ia akan semakin tersingkir.

Ketiga, tantangan paling signifikan datang dari karakter generasi mahasiswa saat ini. Generasi digital yang ingin serba cepat, praktis, dan aktual. Mereka membutuhkan ruang aktualisasi yang selaras dengan kebutuhan zaman. Di sinilah urgensi pembaruan organisasi harus dimulai — membangun sistem yang tidak hanya responsif tetapi juga inspiratif.

Menyambut Era Baru HMI 

Dalam konteks inilah gagasan Era Baru HMI Cabang Kota Bogor menemukan momentumnya. Transformasi harus dimulai dari dalam: memperkuat disiplin organisasi, menegakkan supremasi konstitusi, membangun sistem reward and punishment, dan memperbaiki sistem kaderisasi yang lebih adaptif dan substantif. Sekretariat cabang harus direvitalisasi sebagai pusat kegiatan intelektual baik fisik terlebih secara fungsi, sehingga tidak sekadar ruang administrasi. Selain itu, lembaga otonom seperti Kohati, BPL, serta lembaga profesi seperti LKBHMI dan LAPMI harus dioptimalkan fungsinya, bahkan jika perlu didirikan lembaga-lembaga baru seperti LEMI, LAPENMI, dan LTMI sesuai kebutuhan kader.

Lebih jauh, tidak persoalan internal namun juga perluasan peran eksternal organisasi. HMI harus kembali hadir di tengah masyarakat, terlibat dalam isu-isu strategis lokal dan nasional. Isu-isu seperti pendidikan, lingkungan, dan tata kelola pemerintahan harus menjadi perhatian HMI, dimulai dari cabang hingga komisariat. Program seperti Kemah Bakti Mahasiswa (KBM) perlu dikembangkan secara lebih menyeluruh berbasis data yang ada.

Di era digital, modernisasi organisasi menjadi keniscayaan. Penggunaan platform digital harus dimaksimalkan untuk membangun sistem administrasi yang efisien dan mendekatkan organisasi dengan generasi muda. Media sosial, website, dan konten digital seperti video edukatif, infografis, hingga podcast, harus menjadi bagian dari strategi komunikasi organisasi. Tim komunikasi digital yang profesional dan konsisten sangat dibutuhkan untuk membangun citra HMI yang relevan dan progresif.

Lebih dari itu, gagasan ini adalah bentuk kepedulian terhadap masa depan Indonesia. Dalam konteks krisis literasi, degradasi moral, dan polarisasi sosial, HMI harus kembali menjadi kawah candradimuka yang melahirkan pemimpin visioner, cendekiawan muslim, dan pejuang sosial yang tangguh. Perubahan yang dimulai dari cabang ini akan memberi dampak luas jika dijalankan dengan konsisten dan menyentuh akar permasalahan.

Sebagaimana dikatakan oleh Nurcholish Madjid, “Seorang pemimpin harus pandai membaca tanda-tanda zaman, atau jangan sampai digulung oleh perkembangan zaman.” Kutipan ini menjadi refleksi penting bahwa kepemimpinan dalam HMI harus dibangun di atas kepekaan terhadap realitas sosial dan kemampuan beradaptasi terhadap zaman.

Konferensi Cabang HMI Cabang Kota Bogor ke VIII bukan sekadar ajang pergantian kepemimpinan. Ini adalah momentum kolektif untuk merumuskan ulang arah gerak organisasi dan mengembalikan marwah HMI sebagai pelayan umat dan bangsa. Perubahan tidak cukup dimulai dengan banyaknya rencana, tetapi dari keberanian untuk melangkah, menyentuh akar persoalan, dan mengajak seluruh pihak bergerak bersama.

Sebagai kader yang tumbuh dan dibesarkan oleh organisasi ini, saya membawa harapan, semangat, dan keyakinan bahwa HMI Cabang Kota Bogor dapat bangkit, berinovasi, dan memberi manfaat yang nyata bagi umat dan bangsa. Inilah saatnya kita mengukir sejarah baru. Inilah Era Baru HMI Cabang Kota Bogor.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *