Opini  

Milad ke-78 HMI: Momentum Kebangkitan atau Pertanda Kematian Organisasi?

Oleh: Via (Kader Yakusa Jakarta)

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) berada di persimpangan sejarah. Sebagai organisasi mahasiswa Islam tertua di Indonesia, seharusnya HMI menjadi motor pergerakan intelektual, agen perubahan, dan penjaga nilai-nilai keislaman serta kebangsaan. Namun, apa yang kita saksikan hari ini? Sebuah organisasi yang semakin kehilangan jati diri, pemimpin yang kehilangan arah, dan kader yang semakin menjauh dari nilai-nilai perjuangan.

Di bawah kepemimpinan Bagas Kurniawan sebagai Ketua Umum PB HMI periode 2023-2025, kemunduran organisasi ini semakin nyata. Tradisi intelektual dan keberanian mengkritisi kebijakan yang tidak pro-rakyat kini seakan terkubur dalam diam. Tidak ada pernyataan sikap yang lantang terhadap isu-isu kebangsaan, tidak ada pemikiran besar yang ditawarkan, dan yang lebih memalukan, tidak ada pidato kebangsaan di Milad HMI ke-78. Ini bukan sekadar kelalaian, tetapi sinyal kuat bahwa HMI di bawah kepemimpinan Bagas mengalami stagnasi parah.

Kepemimpinan Lemah, Organisasi Tanpa Arah

Sejak awal, kepemimpinan Bagas Kurniawan sudah menunjukkan tanda-tanda ketidaksiapan. Tidak ada terobosan besar, tidak ada upaya mengembalikan HMI ke jalur perjuangan, dan lebih buruk lagi, muncul berbagai laporan dari internal kepengurusan bahwa setiap pernyataan kader harus melalui verifikasi Ketua Umum sebelum dipublikasikan. Apakah ini organisasi kader atau kerajaan kecil yang dikuasai segelintir orang?

Lebih parah lagi, ada dugaan bahwa PB HMI sengaja membatasi kritik terhadap pemerintah. Jika benar ada “salam amplop” yang menjadi alasan sikap bungkam pengurus, maka ini adalah penghinaan terbesar terhadap nilai-nilai perjuangan HMI. HMI bukanlah organisasi yang bisa dibeli! Jika kepemimpinan HMI justru menjadi alat kepentingan politik praktis, maka sejatinya mereka telah mengkhianati cita-cita besar pendiri organisasi ini.

HMI dari Sarang Intelektual Menjadi Sarang Pemalas?

HMI selama ini dikenal sebagai organisasi yang melahirkan pemikir-pemikir besar, akademisi, aktivis, hingga pemimpin bangsa. Namun, kini yang terlihat justru kemunduran intelektual. Kader HMI tidak lagi sibuk menciptakan gagasan, melainkan sibuk memperpanjang kongres dan menghamburkan biaya tanpa hasil berarti.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam setiap kongres HMI, terjadi tarik-menarik kepentingan, politik transaksional, dan berbagai praktik tidak sehat yang jauh dari semangat intelektualitas. Para kader lebih bangga ketika kongres berjalan lama, padahal hasil akhirnya nihil. Tidak ada strategi perjuangan yang jelas, tidak ada kebijakan internal yang mengarah pada kebangkitan organisasi. HMI kini lebih sibuk dengan urusan internal daripada berkontribusi nyata bagi masyarakat.

Apakah ini wajah baru HMI? Sebuah organisasi yang tidak lagi melahirkan intelektual Muslim progresif, tetapi hanya sekumpulan orang yang mencari keuntungan dari posisi dan jabatan?

Milad ke-78: HMI Harus Bangkit atau Mati

Momentum Milad ke-78 HMI seharusnya menjadi ajang refleksi mendalam. Namun, dengan kepemimpinan yang kaku, pengurus yang tidak berani bersuara, dan kader yang semakin kehilangan semangat juang, maka peringatan ini tak lebih dari seremoni kosong.

Jika HMI ingin kembali menjadi organisasi besar, maka tidak ada pilihan lain kecuali melakukan perombakan total! Ketua Umum Bagas Kurniawan harus segera mundur, atau jika ia masih memiliki harga diri, ia harus mengambil langkah revolusioner untuk mengembalikan HMI ke jalur perjuangan. Namun, melihat kondisi saat ini, lebih baik seluruh pengurus PB HMI mengundurkan diri secara sadar sebelum mereka tercatat dalam sejarah sebagai kepengurusan paling lemah, gagal, dan memalukan dalam sejarah HMI.

HMI tidak boleh hanya menjadi organisasi yang membanggakan masa lalu, tetapi harus berani menghadapi tantangan zaman. Jika para kader, senior, dan pengurus saat ini tidak mampu melakukan perubahan, maka mereka adalah generasi yang membunuh HMI dengan tangan mereka sendiri.

Lebih cepat lebih baik, sebelum sejarah mencatat bahwa HMI di era ini bukanlah pembaharu, melainkan kuburan bagi semangat perjuangan mahasiswa Islam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *