YAKUSA.ID – Isu hubungan antara Kejaksaan dan Polri kembali menjadi sorotan publik setelah mantan Menko Polhukam, Mahfud MD, menyatakan bahwa relasi kedua institusi penegak hukum tersebut kurang harmonis.
Pernyataan ini muncul terkait pengerahan personel TNI untuk menjaga Kejaksaan, yang dianggap sebagai indikasi adanya ketegangan internal dan kurangnya sinergi antar-lembaga.
Di sisi lain, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan bahwa sinergitas antara Polri dan Kejaksaan tetap berjalan baik, terutama dalam pelaksanaan tugas di lapangan.
Menanggapi dinamika ini, Presiden Prabowo Subianto menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2025 yang memberikan enam bentuk perlindungan bagi jaksa, termasuk pengamanan oleh TNI dan Polri. Perpres ini dipandang sebagai langkah konkret untuk memperkuat koordinasi dan menjawab keraguan publik.
Ketua Jaringan Aktivis Nusantara, Romadhon Jasn, menyambut baik penerbitan Perpres tersebut. Menurutnya, perlindungan yang diberikan sangat penting agar jaksa dapat bekerja tanpa tekanan dan ancaman.
“Ini bukan intervensi militer, melainkan bentuk perlindungan negara yang sah demi menjaga integritas penegakan hukum,” katanya dalam keterangannya, Jumat (23/5/2025)
Romadhon juga menilai Perpres ini menjadi jawaban atas kekhawatiran publik terkait disharmoni antara Kejaksaan dan Polri.
Perpres 66/2025 mengatur enam jenis perlindungan yang akan diterima jaksa, yaitu:
1. Perlindungan terhadap keamanan pribadi;
2. Perlindungan tempat tinggal;
3. Perlindungan untuk tempat tinggal baru atau rumah aman;
4. Perlindungan atas harta benda;
5. Perlindungan atas kerahasiaan identitas;
6. Bentuk perlindungan lain sesuai kondisi dan kebutuhan.
Selain itu, perlindungan juga diberikan kepada keluarga jaksa yang memiliki hubungan darah sampai derajat ketiga, hubungan perkawinan, atau yang menjadi tanggungan jaksa. Hal ini diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Perpres 66/2025.
Romadhon menegaskan bahwa perlindungan ini bukan bentuk intervensi militer, melainkan upaya negara menjaga integritas penegakan hukum.
“Sinergi antara TNI, Polri, dan Kejaksaan harus dipahami sebagai kolaborasi legal dan diperlukan demi terciptanya penegakan hukum yang efektif dan independen,” jelasnya.
Meskipun Kapolri menegaskan sinergitas tetap terjaga, publik masih menunggu bukti nyata agar hubungan Kejaksaan dan Polri benar-benar harmonis. Perpres ini diharapkan menjadi langkah awal memperbaiki dan memperkuat kerja sama tersebut.
Romadhon mengingatkan agar pengamanan oleh TNI di Kejaksaan tidak bersifat permanen dan harus berdasarkan pertimbangan khusus. Ia menekankan pentingnya mekanisme komunikasi yang intensif agar sinergi antar-lembaga tidak mengalami hambatan.
“Penguatan koordinasi dan transparansi menjadi kunci agar perlindungan ini efektif dan tidak menimbulkan konflik baru,” tambahnya.
Sebagai aktivis, Romadhon mengapresiasi langkah pemerintah, namun mengingatkan bahwa perlindungan hukum harus diimbangi dengan akuntabilitas agar independensi aparat penegak hukum tetap terjaga dan kepercayaan publik tidak luntur.
“Negara harus hadir sebagai pelindung sekaligus penjaga independensi aparat penegak hukum,” pungkasnya.
Perlindungan yang diberikan oleh TNI bersifat institusional, yakni pengamanan terhadap kantor dan lingkungan Kejaksaan secara menyeluruh.
Sementara itu, Polri memberikan perlindungan secara personal kepada jaksa dan keluarganya, meliputi keamanan pribadi, tempat tinggal, kerahasiaan identitas, serta perlindungan lain yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing.
Dengan adanya Perpres Nomor 66 Tahun 2025, jaksa dan keluarganya kini mendapatkan jaminan perlindungan yang jelas dan terukur dari kedua institusi keamanan negara tersebut, sehingga mereka dapat menjalankan tugas tanpa rasa takut dan tekanan dari pihak manapun. (YAKUSA.ID-HS)