Institusi penyelenggara Pemilu 2024 yakni Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) telah menetapkan rekapitulasi hasil perolehan suara masing-masing partai politik peserta pemilu, calon legislatif dan pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia hasil pemungutan suara yang digelar pada 14 Februari 2024.
Hasilnya, sebanyak delapan partai politik peserta pemilu dinyatakan lolos ke DPR RI, yakni PDIP: 25.387.279 (16,72 %), Partai Golkar: 23.208.654 suara, (15,28%), Partai Gerindra: 20.071.708 suara (13,22%), PKB: 16.115.655 suara (10,61%), Partai NasDem: 14.660.516 suara (9,65%), PKS: 12.781.353 suara (8,42%), Partai Demokrat: 11.283.160 suara (7,43%) dan PAN: 10.984.003 suara (7,23%).
Sedangkan sebanyak 10 partai politik lainnya, tidak lolos. Masing-masing PPP: 5.878.777 (3,87 %), PSI: 4.260.169 (2,806 %), Perindo: 1.955.154 (1,29 %), Gelora: 1.281.991 (0,84 %), Hanura: 1.094.588 (0,72 %), Buruh: 972.910 (0,64 %), Ummat: 642.545 (0,42 %), PBB: 484.486 (0,32 %), Garuda: 406.883 (0,27 %) dan PKN: 326.800 (0,215 %).
Secara umum, semua pihak, baik penyelenggara pemilu, badan pengawas dan partai politik peserta pemilu melalui masing-masing saksi partai yang diutus dalam rapat pleno terbuka tentang penetapan rekapitulasi hasil perolehan suara itu menerima ketentuan ini, termasuk Partai Golkar. Ini berarti, secara kelembagaan dan kepartaian, Golkar tidak mempersoalkan penetapan hasil rekapitulasi di semua daerah pemilihan (dapil) yang tersebar di semua kabupaten provinsi di negeri ini, termasuk di Dapil XI Jawa Timur yang meliputi Kabupaten Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Kabupaten Sumenep.
Di Madura atau di Dapil XI Jawa Timur, Partai Golkar meraih total 509.793 suara dengan perolehan caleg untuk DPR RI terbanyak adalah Dr. Eric Hermawan yakni 155.619 suara, lalu suara terbanyak kedua diraih Syamsul Arifin 130.142 suara, dan terbanyak ketiga adalah Aliyono dengan mendapatkan dukungan sebanyak 116.880 suara, dan yang keempat Akhmad Ma’ruf Maulana dengan perolehan 105.073.
Namun, hasil Rapat Pleno terbuka Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengenai pengesahan rekapitulasi suara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Dapil XI Madura ketiga Caleg peraih suara terbanyak tersebut digugat oleh Akhmad Ma’ruf ke Dewan Etik Partai Golkar dengan alasan adanya dugaan Pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh ke 3 Caleg DPR RI Partai Golkar Tahun 2024, yakni oleh Dr. Eric Hermawan, Syamsul Arifin dan Aliyono.
Beberapa hal yang disampaikan sang caleg yang mendapatkan dukungan suara paling sedikit di antara ketiga caleg ini adalah adanya pelanggaran etik saat proses pemilu berlangsung hingga adanya dugaan pengalihan perolehan suara, serta tudingan lain yang diadukan ke dewan etik partai ini, hingga permohonan agar dewan merekomendasikan kepada Pengurus Partai Golkar untuk mengeluarkan rekomendasi agar memecat ketiga caleg partai yang mendapatkan dukungan suara melebihi dukungan suara yang perolehan Akhmad Ma’ruf. Tentu saja agar Ma’ruf bisa menjadi anggota DPR RI, sebab jika ketiga caleg ini tidak dipecat, maka yang bersangkutan tidak akan bisa menjadi anggota dewan terpilih.
Mengkaji Dasar Gugatan
Gugatan Ma’ruf melalui institusi Dewan Etik Golkar memang merupakan ikhtiar yang bersangkutan untuk bisa menjadi pemenang di kontestasi politik internal Partai Golkar dan ini tentu merupakan bagian dari konsekuensi kompetisi antarcaleg. Hanya saja, frame dan kajian secara menyeluruh tentang pemilu, pola dan sistem tata kelola paling tidak perlu dipahami secara utuh. Paling tidak ada beberapa hal yang bisa menjadi referensi dalam konteks kasus kasus Akhmad Ma’ruf dengan tiga caleg lain peraih suara terbanyak di Dapil XI Madura ini.
Pertama, kompetisi pada Pemilu 2024 adalah kompetisi terbuka, yakni antara internal caleg dalam satu partai politik atau daerah pemilihan dengan eksternal caleg dengan partai lain.
Kedua, Golkar di Madura ini suaranya relatif kecil, minim dan perolehan satu kursi tidak dari satu orang. Proses dan pengabsahan dari rekapitulasi dari tiga lembaga atau institusi penyelenggara pemilu, yakni KPU di berbagai tingkatan dan badan pengawas di berbagai tingkatan telah dilakukan, terbuka dan telah diterima oleh semua elemen termasuk dari unsur partai politik, termasuk saksi dari Partai Golkar.
Ketiga hal ini ini yang memberikan keabsahan. Untuk kasus golkar partai tentu tidak dirugikan. Jika partai dirugikan, maka seharusnya partai yang mengajukan. Dengan demikian, dalam kasus gugatan yang dilayangkan oleh Akhmad Ma’ruf ke Dewan Etik Partai Golkar untuk memecat ketiga orang caleg yang memperoleh dukungan suara lebih banyak dari dukungan yang peroleh dirinya di Pulau Madura, sejatinya tidak lebih dari kasus personal bukan institusi partai.
Kalaupun ada masalah, maka jalur gugatannya melalui Mahkamah Konstitusi (MK) oleh partai. Dan kalaupun diangkat ke MK juga tidak signifikan karena selisih suara lebih 50 ribu suara, apalagi partainya tidak menggugat ke MK.
Ketiga, dari sudut tinjauan interest personal, Makruf menunjukkan bahwa yang bersangkutan tidak percaya pada saksi partai yang diutus partai. Selain itu yang dipahami oleh banyak orang partai ini adalah partai modern dibangun dengan sistem yang baik, bukan karena ketokohan. Mencegal kawan seiring yang sama-sama memiliki komitmen membesarkan partai melalui dukungan suara, tentu tidak elok, karena pemenang selalu lebih baik dalam bekerja, menata, mengelola dan mengarahkan potensi sesuai keinginan.
*) Tulisan ini dirangkum dari kajian politik mingguan oleh pegiat Kelompok Informasi Masyarakat dan Komunitas Berung Koneng di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur.