SUMENAP, YAKUSA.ID – Bupati Sumenep Achmad Fauzi Wongsojudo disebut tidak Marhaenis oleh seorang pengacara kondang kelahiran Kota Keris Sulaisi Abdurrazaq. Hal itu diungkapkan dalam unggahan di akun TikTok pribadinya @sulaisi_abdurrazaq.
Menurutnya, tidak Marhaenis artinya tidak berpihak kepada rakyat kecil, pada buruh, pada petani, pada nelayan, pada rakyat yang sengsara.
“Kenapa tidak Marhaenis? Ngerti Marhaenis nggak bro? Marhaen itu nama seseorang yang diambil oleh Bung Karno untuk menggambarkan rakyat Indonesia yang sesungguhnya dia punya etos kerja luar biasa, punya alat produksi sendiri, punya lahan sendiri, tetapi hanya cukup untuk menghidupi diri dan keluarganya. Tidak berlebih,” katanya sebagaimana disampaikan di akun TikToknya yang dilihat YAKUSA.ID, Selasa 9 Juli 2024.
Lalu, kenapa dirinya mengatakan bahwa Bupati Sumenep Achmad Fauzi Wongsojudo tidak Marhaenis, karena menurutnya, saat ini, Achmad Fauzi tidak berpihak kepada petani tembakau.
“Coba perhatikan bro. Perda Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Tentang Pedoman Pelaksanaan Pembelian dan pengusahaan Tembakau. Singkatnya kita sebut Perda Tembakau,” ucapnya.
Dia mengatakan, jika diperhatikan di Pasal 9 Perda Tembakau ini, memberi ketentuan, pembeli dalam mengambil sampel sebelum dibeli itu boleh mengambil sampel sebanyak 1 kilogram perbal. Kalau gagal, maka sampel itu dikembalikan ke petani tembakau termasuk rontokannya.
“Pertanyaannya, apakah diatur, apabila ternyata transaksinya berhasil. Lalu ternyata berhasil dengan grade sekian dan harga sekian. Pertanyaan saya, bagaimana status sampel yang 1 kilogram itu, dibeli nggak?” tanya dia.
Dia mengungkapkan bahwa banyak keluhan di masyarakat, ternyata prakteknya, sampel itu tidak dibeli. Langsung diambil oleh pabrikan, diambil oleh pembeli. “Apa artinya? Artinya ada perda yang melakukan pembiaran terhadap penghisapan pada rakyat kecil pada kaum Marhaen, pada petani tembakau, yang sudah sengsara. Mereka bekerja dari sejak menanam sampai proses dijual,” ujarnya.
“Masih ada perda yang memberi keuntungan atau peluang korporasi, pembeli atau pengusaha tembakau untuk memperbuncit perutnya dengan cara menghisap rakyat kecil, yaitu petani tembakau,” imbuhnya.
Perda ini, kata Ketua APSI Jatim ini, tidak memadai untuk melindungi petani tembakau. Oleh karena itu harus dievaluasi.
“Seharusnya kalau Bupati Sumenep Achmad Fauzi Wongsojudo kader PDIP, kader partai wong cilik, seharusnya berinisiatif untuk menyampaikan, mengusulkan agar perda ini dievaluasi. Diaturlah supaya sampel tembakau yang diambil oleh pembeli itu jangan hanya diambil begitu, kalau berhasil dijual, transaksi berhasil, harus diuangkan, harus dibeli itu sampel tembakau yang 1 kilogram itu,” ucap alumni HMI itu.
Dia mencontohkan, jika satu orang saja menjual 10 bal tembakau, berarti ada 10 sampel yang diambil, kalau itu tidak diuangkan, tidak dibeli, menurutnya luar biasa sekali corporate, pengusaha, dan pembeli ini. “Dia gemuk, semakin gemuk, rakyatnya semakin kurus. Ini problem bro,” tegas Sulaisi.
Dia mengungkapkan, pesan yang ingin dia sampaikan pada Bupati Sumenep, DPRD Kabupaten Sumenep untuk segera mengevaluasi Perda Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Tentang Pedoman Pelaksanaan Pembelian dan pengusahaan Tembakau.
“Terutama berkaitan dengan pengambilan sampel. Di sana wajib ditegaskan bahwa pengambilan sampel harus diuangkan atau dibeli begitu transaksi berhasil,” tuturnya.
“Itu penting untuk disampaikan dan saya mengajak kepada para petani tembakau, kepada rakyat, anggota DPRD Sumenep, eksekutif, agar kalian berpihak kepada rakyat kecil, berpihak kepada para petani dalam konteks ini para petani tembakau,” tandasnya. (YAKUSA.ID-02)